Pages

Monday, 6 August 2018

BIRTH STORY : BaNa Punya Cerita (2)


Di ruang periksa, saya di cek tekanan darah dan detak jantung bayi. Alhamdulillah normal. Bidan Tika minta ijin untuk cek bukaan, bilang bahwa dua jarinya akan masuk dan rasanya akan kurang nyaman. Saya meng-iya-kan. Setelah saya siap, di cek lah, ternyata baru bukaan satu dan memang betul ketuban sudah pecah. Masih di ruang periksa, saya mulai merasakan perut kencang dan ada mules-mules sedikit dan sebentar. Terus diobservasi dan ya kontraksi interval lima menit dengan durasi 10-12detik. Alhamdulillah masih kuat masih cengengesan. Karena kontraksi belum kuat, saya minta izin untuk jalan-jalan sambil beli makan tapi tidak diizinkan karena ketuban sudah pecah. Jalan-jalannya di klinik aja cenah. Baiklah kami langsung masuk ruangan. Alhamdulillah ruang kelas 1B yang memang saya mau sedang kosong. Alhamdlillah lagi ruangan kiri kanan juga sedang kosong jadi berasa privat pisan lah.
Ruangan kelas 1B
Di kamar, saya duduk di bola sambil goyang-goyang. Istirahat sebentar pas makan malam, video call dulu sama Kakang Sina. Sediih pas Kakang nanya "Bun, pulangnya kapan?" Hiks.
Sekitar jam sembilan malam ada Bidan Aisyah ke kamar, bilang kalau saya akan "dipegang" oleh beliau. Ngobrol-ngobrol sambil Bidan Aisyah ngisi data, kemudian nanya birth plan. Alhamdulillah sudah disiapkan. Beliau keluar kemudian tak lama kembali membawa difuser untuk aromaterapi, audio box untik menyalakan murotal & musik klasik sesuai keinginan saya yang tertulis di birth plan. Juga membawa kurma dan kiwi untuk saya makan sebagai ikhtiar induksi alami. Oh ya bawa parutan bawang merah juga, untuk dibalur ke perut dan pinggang saya, juga merupakan ikhtiar induksi alami. Kandungan -apalah saya lupa- yang ada di bawang merah bisa merangsang kontraksi. 
Menikmati kurma dan kiwi
Datanglah Bidan Melati, ngobrol-ngobrol sambil ngecek tekanan darah dan detak jantung bayi, juga minta izin cek bukaan. Alhamdulillah ada kemajuan, bukaan dua hampir tiga. Bidan Melati juga membicarakan ikhtiar apa aja yang akan kita coba untuk memperlancar dan mempercepat proses lahiran. Biasanya di rumah sakit - rumah sakit dikasih batas waktu sekitar 6-8jam sejak pecah ketuban sampai lahiran, kalau dalam 6-8jam belum lahir seringnya diarahkan ke caesar. Bidan Melati dan Bidan Aisyah cerita, di BSB rekor waktu terlama dari pecah ketuban sampai lahiran 44jam. Selama kondisi ibu dan janin baik-baik saja, insyaallah bisa ditunggu sambil terus ikhtiar. 
Lihat bathtub pengen berendam sebenarnya hehe
Saat itu hampir jam 10malam, Bidan Melati ngajak bersepakat, kita coba ikhtiar dengan pijat oksitosin -apa pijat endorphin ya, saya lupa- selama 50 menit oleh Bidan Aisyah sampai jam 11 kurang 10menit. Setelah itu jam 11 tidur dulu, istirahat, sampai jam 1. Kalau jam 1 kontraksi masih belum intens, kita coba ikhtiar cara lain. Bidan Melati meninggalkan kamar.
Saya dipijat oleh Bidan Aisyah sambil goyang-goyang di gymball. Sambil ngobrol, cerita-cerita. Ah ramah sekali Bidan Aisyah ini. Saat itu kontraksi sudah ada, tapi masih jarang dan belum kuat. Masih bisa ketawa-ketawa bercanda. Bidan Aisyah bilang, setiap kontraksi datang jangan lupa tersenyum dan ucapkan Alhamdulillah. Karena itu artinya semakin dekat waktunya lahiran. Bidan Aisyah juga usap-usap perut sambil ajak ngobrol bayi: " De, dede pinter lagi menuju jalan lahir ya. Kami tahu dede alan lahir di waktu terbaik. Kalau boleh, dede minta sama Allah ya biar waktu terbaiknya dipercepat." Ah, damai sekali.
Selesai dipijat, Bidan Aisyah pamit dan akan kembali jam 1 dini hari nanti. Saya disuruh tidur, Bidan juga mau tidur dulu cenah.  Saya tahu para bidan yang baru saja pulang seminar itu pasti sangat lelah, tapi keren ih mereka tetap baik, ramah, dan menjalankan tugas-tugasnya dengan sangat profesional. Bidan Aisyah berpesan kalau ada apa-apa atau ada rasa ingin mengejan langsung panggil aja walaupun belum jam 1. 
Saya berbaring, mematikan lampu, hanya ada cahaya redup remang-remang dari difuser aromaterapi. Nyaman sekali. Saya mencoba memejamkan mata. Belum sampai lima belas menit kontraksi datang, kali ini mulai lima menit sekali dengan durasi satu menit dan semakin lama semakin kuat. Akang -suami tersayang- mengingatkan untuk tersenyum dan ucap Alhamdulillah kalau muka saya mulai meringis saat kontraksi. 
Jam 00.40 kontraksi semakin kuat dan seakan tanpa jeda, badan saya berkeringat tapi Alhamdulillah saya masih sadar, masih waras meski mulai mengeluarkan suara-suara geje entah apa lah. Heu. Saya minta tolong Akang untuk panggilkan Bidan. Bidan Aisyah datang dengan mata merah, nampak sekali beliau masih lelah dan mengantuk, tapi langsung cek kondisi saya dan kemudian memijat bagian pinggang ke bawah. Saat itu posisi saya di atas kasur, nungging dengan dada dan tangan memeluk gymball. Bidan Aisyah bertanya : "Begini nyaman ga Teh?" Sambil terus pijat-pijat pinggang ke bawah. Saya minta berbaring. Bidan Aisyah menelpon Bidan Melati dan Bidan Melati langsung datang. Bidan Melati izin cek bukaan. Katanya : "Sabar ya teh, sedikit lagi, sudah bukaan 8." Saya minta duduk nyender, tapi maunya nyender ke Akang aja. Awalnya rencananya Akang mau di depan bersiap menangkap bayi pas lahir. Jadilah posisinya saya duduk sambil nyender ke Akang, Akang di belakang saya nyender ke senderan kasur sambil tetap memeluk dan memegang tangan saya. 
Tak lama ada rasa ingin pup dan saya pun mengutarakannya. Bidan Melati bilang, kita coba untuk terus atur nafas ya teh, tapi kalau teteh ga tahan ingin mengejan, sok aja jangan ragu. Bidan Melati dan Bidan Aisyah terus membimbing tarik nafas-buang nafas. Bodornya adegan tarik nafas-buang nafas itu diselingi percakapan berikut:
Saya : Teh pingin pup 
Bidan : Sok aja teh, gapapa pup dulu.
Saya: Maluuu, masa pup di sini.
Bidan : Gapapa teh, kita mah udah biasa koq. Kalau mau pup dulu juga bagus, jadi dedenya ga ada halangan ganjalan pas lahir.
Saya : Gapapa nih teh kalau pup?
Bidan : Iya sok gapapa teh biar lega.
Saya nahan-nahan karena duh bakal malu kalau pup beneran, jadi saya tetap fokus atur nafas.
Tiba-tiba saya merasa ada yang keluar di bawah sana dan kemudian Bidan Melati menempelkan sesuatu ke dada saya, bayiiii, bayii yang menangis. Alhamdulillah. Jam 01.05. Saya kaget spontan bertanya : "Lah dede udah lahir?" :)
Sambil lap-lap badan bayi Bidan-bidan tersenyum dan bilang : "Tuh kan bisa ga usah pake ngeden. Alhamdulillah."
Alhamdulillah lahir
Dari sana saya udah ga fokus lagi dengan apa yang dilakukan para bidan, udah fokus sama bayi yang menggeleng-gelengkan kepalanya di dada saya. Alhamdulillah. Tak lama alhamdulillah plasentanya pun lahir. Dan yes tanpa suntikan oksitosin.
Bidan Melati bilang: "Teh, ini mau dijahit ga? Ini lecet aja sih ga dijahit juga gapapa atau kalau mau dijahit juga jahit 1 luar aja." Saya bilang terserah, saya udah fokus sama bayi di dada. Eh beliau bilang lagi: "Jahit aja ya biar indah, hehe, dijahit sama Bidan Aisyah ya."
Proses jahit selesai, kami masih IMD sampai sekitar satu jam. Baru dede bayi diambil untuk dipakaikan baju. Jam 2 lebih sepuluh diajak foto bareng dong, hehe. 
Satu jam setelah bayi lahir, diajak foto, katanya untuk laporan ke Bidan Farida.
Oh ya tali pusat bayi belum dipotong, bayi juga belum diukur dan ditimbang berat badannya. 
Alhamdulillah proses lahiran kali ini tak kalah indah dengan proses lahiran Kakangnya dulu. Sama-sama nyaman, menyenangkan, tanpa trauma. Alhamdulillah.

(Bersambung)
cerita selanjutnya

No comments:

Post a Comment