Pui sepi, hanya suara jarum jam di kamar ini yang terdengar. Ku lirik Bana yang terlelap tepat di sebelahku. Damai.
Hatiku masih tak karuan. Sore tadi aku menangis. Meluapkan rasa sedih dan kecewa terhadap diri sendiri, juga terhadap suamiku.. Aku tak marah padanya, sungguh. Hanya saja aku terlalu berharap dan menggantungkan banyak urusanku kepadanya. Mungkin memang seharusnya aku tak perlu mengharap bantuannya untuk hal-hal yang sebenarnya memang tanggung jawabku dan bisa ku selesaikan sendiri.
Beliau tertidur di kamar sebelah. Sengaja ku tatap wajahnya, aku ingin menghapus seluruh rasa kecewa ku, mengisi kembali tangki cinta dalam hatiku. Dan aku kembali menangis, sebuah kenangan tiba-tiba melintas. Kenangan yang selalu berhasil melenyapkan seluruh amarah. Kenangan tentang suatu kejadian yang pernah membuatku sangat takut kehilangannya.
Kecelakaan itu... ter-reka-ulang dalam pikiranku. Kondisi saat suamiku pulang dari rumahsakit terbayang di benakku. Short memory lost. Astagfirullah.
Kini tinggal rasa syukur yang memenuhi dadaku. Alhamdulillah Allah beri kami kesempatan kedua untuk hidup. Alhamdulillah suamiku bisa kembali sembuh tanpa kurang suatu apapun, hanya ada bekas jahitan di atas telinga kirinya, dan tato aspal di tangan kirinya yang tak hilang- hilang.
Aku pernah menuliskan kisah kecelakaan itu di sini. Bahkan setelah lebih dari empat tahun berlalu, aku masih tak sanggup menulis lanjutan kisahnya...
No comments:
Post a Comment