Pages

Friday, 7 November 2025

Belajar dari Piramida Ibu Profesional

Kelas Akar Ibu di Ibu Profesional kini memasuki pos 7 Akar Piramida. Kami ditugaskan menyimak rekaman Studium Generale : Piramida Ibu profesional di link ini. 

Piramida Ibu profesional dulunya bernama Piramida Ibu Rumah Tangga profesional. Gagasannya sudah ada sejak tahun 2003 dan dikembangkan lebih serius pada tahun 2008 oleh Pak Dodik Mariyanto khusus untuk istrinya, Ibu Septi Peni Wulandani disesuaikan dengan kebutuhan beliau saat itu. 

Pak Dodik, yang saat itu belajar psikologi geometri dan terinsipasi dari buku , memilih bentuk piramida sebagai model karena bentuk piramida kokoh di bawah dan mengerucut ke atas. Menurut beliau, sebuah model harus sederhana, mudah dipahami dan mudah diterapkan. Piramida yang dipilih bukan piramida biasa, namun dua piramida yang saling bertemu di puncak seperti double helix, dengan titik temu yang menggambarkan arah pertumbuhan seorang ibu yaitu akhlak mulia. 

Gambar Piramida Ibu Profesional
Sumber

Piramida atas menggambarkan perjalanan seorang ibu dari sisi diri dan keluarganya. Ada empat hal yang menjadi pondasinya yaitu

- percaya diri

- Hebat mengelola keluarga

- Mampu mendidik dan mengembangkan anak

- Terus menerus mengembangkan diri

Percaya diri menjadi pondasi pertama karena perempuan seringkali kehilangan rasa percaya dirinya serelah menjadi seorang ibu. Ada semacam pandangan masyarakat yang membuat rasa percaya diri seorang perempuan semakin berkurang, bahkan bisa membuat kita lupa siapa diri kita sebelum menjadi seorang istri atau ibu. Setelah menikah banyak perempuan dipanggil dengan nama suaminya seperti Bu Joko, Bu Ridwan, dan lain-lain, juga dipanggil dengan nama anaknya ketika telah memiliki anak seperti Mamah Sina, Bunda Barqi, Umi Hanin dan lain-lain yang serupa dengannya. 

Padahal, rasa percaya diri itulah yang menjadi pondasi segalanya. Setelah percaya diri, kita akan belajar mengelola rumah tangga dengan bahagia, mendampingi tumbuh kembang anak dengan penuh cinta dan terus mengembangkan diri sesuai dengan minta dan bakat kita. 

Piramida bawah menggambarkan perjalanan seorang ibu berupa kontribusi ibu kepada dunia di luar diri dan keluarganya. Ada empat hal yang menjadi titik fokus di piramida bawah, yaitu

- Revitalisasi makna ibu

- Jaringan kemandirian perempuan

- Pengembangan sarana Ibu Profesional

- Pendidikan dan pelatihan Ibu Profesional

Piramida atas dan bawah saling terkait dan disatukan di titik puncak yaitu akhlak mulia. Harapannya seorang ibu bisa aktif berkontribusi di masyrakat sekitarnya dengan tetap menjalankan tugas utamanya dengan bahagia. Ukuran keberhasilan seorang ibu bukan diukur dari besarnya penghasilan atau banyaknya kegiatan yang diikuti. Seorang ibu profesional dikatakan berhasil jika dia menjadi kebanggan keluarga. 

Ketika kita aktif berkegiatan di masyarakat atau bekerja di area publik, dan suami protes, maka itu adalah lampu kuning. Kita harus mengevaluasi dan mendiskusikan kembali apakah kita bisa dan boleh melanjutkan kegiatannya. Namun ketika anak yang protes, maka itu adalah lampu merah. STOP. Kita harus berhenti berkegiatan di luar dan kembali dulu ke keluarga. 

Untukku pribadi, Piramida Ibu Profesional bukan sekedar model, tapi merupakan sebuah peta perjalanan dari dalam ke luar, dari diri sendiri menuju keluarga dan masyarakat. Semuanya berporos pada satu hal yaitu menjadi manusia yang terus belajar, berkembang dan berakhlak mulia.

Ibu Septi Peni Wulandani, Ibu Ideologis dan Guru Kehidupan

Tahun 2017, hidupku sedang sibuk-sibuknya. Anak sulung baru berusia empat tahun, aku sedang hamil anak kedua, dan berjauhan dengan suami karena beliau bekerja di luar pulau yang pulang dua bulan sekali.  Hari-hari terasa seperti berjalan di lorong panjang yang tak terlihat ujungnya. Di tengah rutinitas itu, anakku tiba-tiba mogok sekolah. Setiap pagi jadi drama. Kebetulan, adik iparku mengenalkanku pada Institut Ibu profesional. Ia sudah bergabung lebih dulu dan sedang mengikuti matrikulasi saat itu. Aku pun mengikutinya. Aku tidak tahu bahwa langkah kecil bergabung waktu itu akan mengubah caraku memandang banyak hal. Tentang menjadi ibu, tentang belajar, bahkan tentang diriku sendiri.

Menemukan Gagasan Ibu Septi

Melalui kisah dan tulisan Ibu Septi Peni Wulandani, aku seperti menemukan gambaran hidup seorang ibu yang dekat dengan keseharianku. Dalam E-book Ibu Profesional, beliau menulis tentang masa-masa awal menjadi ibu tiga anak tanpa asisten rumah tangga. Tentang kelelahan yang kadang berujung pada air mata yang tertumpah di kamar mandi, dan tentang suami beliau yang bisa menebak kadar stres dari tagihan PAM bulanan.

Didukung penuh oleh suaminya, Bapak Dodik Mariyanto, yang menggagas Piramida Ibu Profesional, Ibu Septi menempuh perjalanan belajar bertahun-tahun hingga akhirnya pada 2011 lahirlah Institut Ibu Profesional (IIP), sebuah wadah belajar bagi para ibu untuk memantaskan diri melalui empat tahapan yaitu Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif, dan Bunda Shaleha. Saat ini, Ibu profesional telah berkembang, mendunia, menjadi rumah belajar bagi ribuan perempuan yang ingin mendidik anak-anaknya dengan ilmu dan kesungguhan. Institut Ibu profesional menjadi salah satu komponen dari banyaknya komponen dan program  inovasi Ibu Profesional. 

Aku ingat salah satu gagasan Ibu Septi yaitu “jatuh bangunnya peradaban bergantung pada perempuannya” . Beliau juga menegaskan bahwa rumah adalah taman dan pintu gerbang peradaban, tempat karya besar dimulai, bukan sekadar tempat tinggal. Dan di Ibu Profesional, aku diajak melihat bahwa menjadi ibu bukanlah sekadar peran alami yang seringkali dijalani dengan keterpaksaan, melainkan sebuah profesi yang membutuhkan ilmu, latihan, dan visi yang jelas.

Ibu Septi juga pernah berkata bahwa “proses adalah hak kita, hasil adalah hak Allah.” Kalimat itu menjadi penyemangatku untuk bersabar menjalani proses. Sejak saat itu, aku mulai melihat “mogok sekolah” anak dengan cara berbeda. Ia bukan sedang menolak belajar. Ia hanya butuh ruang yang lebih alami, lebih dekat dengan ritme hidupnya sehari-hari. Maka aku (dan suami) mantap memilih jalan homeschooling untuk pendidikan anak-anak kami, jalan yang terasa paling sesuai dengan nilai keluarga kami saat itu.

Dua Pertemuan yang Mengubah Cara Pandang

Aku masih ingat pertemuan pertamaku dengan Ibu Septi, saat Wisuda Matrikulasi Ibu Profesional di Bandung tahun 2018. Waktu itu aku datang dengan perasaan campur aduk antara haru dan kagum. Setelah melewati proses belajar matrikulasi yang cukup panjang, rasanya luar biasa bisa bertemu langsung dengan sosok yang selama ini hanya ku kenal lewat tulisan.

Ibu Septi tampil sederhana, tanpa jarak, tanpa formalitas berlebihan. Tapi setiap kalimat yang keluar dari lisannya penuh makna. Beliau berbicara tentang bagaimana seorang ibu bisa menjadi pusat peradaban dengan cara sederhana, yaitu hadir sepenuhnya bagi keluarga. Aku duduk di tengah barisan, menatap beliau sambil menahan air mata. Dalam hati berkata, “Ternyata menjadi ibu bisa dijalani dengan bahagia, asal tahu ilmunya.”

Sayangnya aku tidak menemukan foto bersama Ibu dan Bapak 

Bana masih di dalam perut

Tujuh tahun kemudian, di acara Board Game Land Ibu Profesional di Cianjur (2025), aku bertemu lagi dengan beliau. Kali ini, aku datang bersama anak-anak yang sudah tumbuh lebih besar. Rasanya seperti menutup lingkaran perjalanan. Dulu aku datang sebagai ibu yang mencari arah, kini aku datang sebagai ibu yang masih terus belajar, namun dengan hati yang lebih tenang.

Panitia BoardGame Land Cianjur bersama Ibu dan Bapak

Dari Rumah, Kita Membangun Peradaban

Dari dua pertemuan itu, aku belajar bahwa kekuatan seorang ibu bukan pada kesempurnaan, tapi pada kesediaannya untuk terus bertumbuh. Ibu Septi tidak pernah berbicara tentang menjadi ibu ideal yang sempurna. Beliau mengajarkan tentang kesungguhan. Bahwa setiap ibu yang mau belajar adalah ibu yang sedang memperbaiki peradaban.

Satu kalimat beliau yang selalu terngiang di kepalaku:

“Anak-anak terlahir hebat, orangtuanyalah yang harus memantaskan diri agar layak mendapatkan amanah anak-anak hebat.”

Kalimat sederhana itu semakin meneguhkan langkahku dalam menjalani homeschooling. Aku belajar bahwa tugasku bukan mencetak anak yang sempurna, melainkan menumbuhkan diri agar mampu mendampingi mereka dengan ilmu dan cinta.

Kini, setelah delapan tahun bersama Ibu Profesional, aku bisa mengatakan bahwa keputusan bergabung tahun 2017 adalah salah satu titik balik terbesar dalam hidupku. Komunitas ini banyak mengajarkanku untuk tidak hanya fokus mengajar anak-anak, tapi juga belajar bersama mereka.

Homeschooling bukan sekadar tentang belajar di rumah, tapi tentang menumbuhkan budaya belajar dalam keluarga, tentang menciptakan suasana di mana setiap anggota keluarga tumbuh dengan cara masing-masing. Tentang belajar matematika sambil membuat kue, membaca buku di bawah pohon, berlarian di pematang sawah, atau berdiskusi kecil yang berujung pada pembelajaran yang besar. Dan di setiap proses itu, aku merasakan semangat Ibu Septi. Semangat untuk menjadi ibu yang belajar, ibu yang tumbuh, ibu yang profesional.

Dari Rumah untuk Perabadan Dunia

Di dunia yang sering kali mengukur kesuksesan dengan gelar dan jabatan, Ibu Septi mengingatkan kita bahwa profesi tertinggi seorang perempuan adalah menjadi ibu yang sadar peran dan mau terus belajar. Bahwa dari rumah yang sederhana, peradaban bisa dibangun dengan satu langkah kecil, satu pelukan hangat, satu proses belajar yang penuh cinta di dalamnya.

Bagiku, Ibu Septi bukan hanya pendiri komunitas, tapi juga ibu ideologis dan guru kehidupan. Beliau telah menyalakan api semangat yang terus menyala di hati banyak ibu, termasuk aku. Api yang membuat kami percaya bahwa menjadi ibu bukan akhir dari mimpi, melainkan awal dari perjalanan panjang menuju akhir hidup yang mulia.

Kini, setiap kali hari terasa berat, aku kembali pada pesan beliau:

“Rumah adalah taman dan pintu gerbang peradaban.”

Dan setiap kali aku melihat anak-anak belajar dengan mata berbinar, aku tahu, taman kecil kami sedang tumbuh, pelan tapi pasti, menjadi bagian dari peradaban yang lebih baik.

Friday, 5 September 2025

Cerita Hari Ini

Assalamualaikum.

Hari ini, 5 September 2025, di kalender tanggal merah, tapi suamiku tetap masuk kerja dan anak sulungku tetap ada kelas online. Aku tetap ke pasar untuk berbelanja sayuran dan bahan makanan. Aku hanya libur mencuci baju hari ini, yang lainnya tetap seperti biasa, memasak, berbenah rumah dan menemani anak-anak belajar dan bermain. Anak keduaku tetap membereskan sendal dan sepatu, juga mencuci piring. Anak bungsuku tetap membereskan tempat tidurnya sendiri dan membantu memotong-motong sayuran, mengisi es batu juga mengaduk minuman untuk ayahnya. 

Selesai semua pekerjaan rumah, aku sejenak duduk di sofa, menikmati segelas besar es kopi kemudian menyalakan tv dan mengarahkan kursor remot tv ke netflix. Mohon maaf aku masih subscribe netflix meski seruan boikot sudah kuketahui. Tak perlu kuceritakan alasannya ya. Untuk kebutuhan rumah, toiletris, makanan ringan, dan restoran aku sudah turut serta memboikot yang harus diboiokot dan menggantinya ke merk lain. Anak kedua dan ketiga ku biarkan bermain mandiri. Anak ketiga ku memilih menggambar dan mewarnai, anak kedua pun akhirnya memilih untuk melakukan hal yang sama, dengan menambahkan beberapa tulisan. Karena tak menemukan film atau series yang menarik, aku mengulang kembali drama korea Descendants of the Sun  untuk yang ke... berapa ya, mungkin yang ke sepuluh kali. Haha. Aku hanya menonton bagian-bagian yang menurutku memang seru saja, yang lainnya aku percepat.

Aku mengantuk. Sebenarnya semalam aku dan suami bergantian begadang karena anak ketigaku demam. Kemarin siang demamnya sudah reda dan sudah bermain seperti biasa, namun sekitar pukul sepuluh malam dia mulai mengigau. Saat aku cek, ternyata demam lagi.  Alhamdulillah pagi hari saat bangun tidur, demamnya sudah turun dan ceria seperti biasa, namun selera makannya belum kembali. Saat ke pasar tadi aku membeli bacang dan kue soes kesukaannya, namun masing-masing hanya dicicipnya segigit, sisanya disimpan, "buat bunda aja" katanya. Aku tertidur lalu kemudian terbangun saat anak sulungku selesai kelas online dan bersiap ke masjid. 

Ba'da dzuhur dan para lelaki yang shalat jumat pulang, kami makan siang bersama. Aku menghangatkan telur kuah susu yang kumasak pagi hari, suami datang membawa tumis buncit dan ayam kecap. Suami tidak kembali ke tempat kerjanya, beliau bilang sudah ijin pulang lebih cepat karena tidak tahan ngantuk setelah begadang semalam. Jadilah suamiku, ketiga anakku tidur siang. Aku ikutan rebahan namun malah sambil scroll hp. Aku merasa hari ini sangat tidak produktif. Aku tidak mengajar anak-anak, tidak menjahit padahal ada project menjahit kostum lebah yang harus ku selesaikan, aku tidak membaca buku ataupun menulis, juga tidak mengerjakan hal-hal lain yang masuk kategori produktif menurutku.

Aku berencana keluar rumah sehabis maghrib untuk mencari pompa air galon, setelah memastikan anak-anak makan malam, aku bersiap. Tapi kemudian hujan tiba-tiba turun dengan deras, aku tidak jadi pergi. Aku mengganti kembali pakaianku dengan pakaian tidur. Lalu mulai menemani anak sulungku mengerjakan soal latihan TKA, juga memberi soal latihan penjumlahan ribuan untuk anak tengahku. Anak bungsuku bermain beli-belian bersama ayahnya, namun kemudian si bungsu juga meminta challenge menulis huruf dan dipenuhi oleh ayahnya.

Pukul sembilan malam anak-anak sudah masuk kamar. Aku menyalakan laptop dan mencoba menulis ini sambil mengingat apa yang terjadi seharian ini. Saat ku baca ulang, sejauh ini, aku hanya menuliskan kronologi kejadian, bukan apa yang aku pikirkan atau apa yang aku rasakan. Padahal, katanya, salah satu cara writing for healing itu adalah menuliskan perasaan-perasaan yang muncul dan hal-hal yang berkecamuk dalam pikiran. Teorinya mudah, tapi saat praktik, ternyata aku belum bisa. Tidak apa-apa ya, besok aku akan mencoba lagi.

Wassalamualaikum. 

Wednesday, 3 September 2025

30 Ide Tulisan Untuk Jurnal Penggalian Diri

Assalamualaikum.

Tulisanku kali ini mungkin akan menjadi tulisan paling random dari banyaknya tulisan random di blog ini. Aku tak terpikir hendak menulis apa untuk setoran KLIP (Kelas Literasi Ibu Profesional) hari ini, namun aku tak ingin melewatkannya. Sebenarnya sejak sebulan lalu aku punya rencana untuk menggali diriku sendiri dan aku ingin menuliskan prosesnya setiap hari. Aku mencoba mencari dari banyak referensi ide-ide tulisan untuk menggali diri dan menyusunnya menjadi sebuah jurnal yang akan kutuliskan di blog ini. Tujuannya agar aku tak bingung mau menulis tentang apa setiap hari juga sebagai upaya menggali diriku sendiri. Tapi ternyata sampai saat ini aku masih saja tak tahu menulis apa padahal daftar ide tulisan itu sudah ada.
Aku mendapatkan ini berawal dari Pinterest dan berlanjut ke web-nya yang ini. Tulisan aslinya adalah 80 Insightful Journaling Prompts for Self Discovery atau terjemahannya 80 Jurnal Inspiratif untuk Penemuan Diri, namun aku memilih sebanyak 30 saja sebagai ide menulis selama tiga puluh hari ke depan. 
1. Apa kenangan masa kecil favoritmu?
2. Apa pekerjaan impianmu saat kecil? Apakah kamu masih ingin melakukannya?
3. Jika kamu bisa memberikan satu nasihat untuk dirimu di masa kecil, apa nasihat itu?
4. Apa permainan favoritmu saat kecil? Mengapa kamu menyukainya? Dengan siapa kamu memainkannya?
5. Selain keluarga intimu, siapa yang paling dekat denganmu saat kecil? Mengapa?
6. Siapa guru SD favoritmu? Mengapa kamu menyukainya?
7. Gambarlah kamar tidur masa kecilmu.
8. Kapan terakhir kali kamu tertawa terbahak-bahak? Dengan siapa? Apa alasannya?
9. Apa liburan terbaik yang pernah kamu nikmati? Mengapa kamu sangat menyukainya?
10. Apa kebaikan yang pernah dilakukan orang asing untukmu? Bagaimana perasaanmu?
11. Apa kebaikan yang pernah kamu lakukan untuk orang asing? Bagaimana perasaanmu?
12. Dalam 5 tahun terakhir, apa pelajaran terberat yang pernah kamu pelajari? Menurutmu, apa yang diajarkannya kepadamu? Mengapa itu sulit?
13. Apa hadiah terbaik yang pernah kamu terima? Mengapa? Dari siapa?
14. Jika kamu bisa mengatakan satu hal kepada dirimu saat SMA, apa yang akan kamu katakan?
15. Apakah kamu punya penyesalan? Mengapa atau mengapa tidak?
16. Jelaskan satu hari dalam hidupmu 5 tahun yang lalu dibandingkan dengan satu hari dalam hidupmu sekarang? Apa yang berbeda? Apa yang lebih baik?
17. Apakah kamu menyimpan amarah atau dendam? Terhadap siapa? Mengapa?
18. Seperti apa hari idealmu, dari awal hingga akhir?
19. Tutup matamu dan pergilah ke tempat paling bahagiamu. Di mana kamu? Apakah ada orang yang bersamamu? Apa yang kamu lihat, dengar, cium, rasakan?
20. Bayangkan kamu sedang mengerjakan pekerjaan impianmu. Di mana kamu? Seperti apa harimu dari saat kamu bangun hingga tidur?
21. Jika kamu bisa menghidupkan kembali seseorang, siapakah orangnya? Apa yang ingin kamu katakan kepada mereka?
22. Apa rasa tidak aman terbesarmu? Mengapa? Menurutmu, dari mana asalnya?
23. Apa yang membuatmu merasa tidak dihargai dalam suatu hubungan?
24. Apa arti "sukses" bagimu?
25. Apakah kamu menganggap dirimu sukses? Mengapa atau mengapa tidak?
26. Satu hal apa yang ingin kamu ubah dari dirimu jika bisa? Mengapa kamu tidak menyukainya?
27. Apa yang membuatmu merasa tenang?
28. Apa yang membuatmu merasa cemas?
29. Bagaimana caramu memulihkan diri setelah seharian/seminggu yang melelahkan? Apakah menurutmu itu sehat?
30. Kapan kamu merasa paling selaras dengan dirimu sendiri?

Besok, atau kapan-kapan, mari kita menulis dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Sekian dulu. Wassalamualaikum.

Tuesday, 2 September 2025

Ikutan Akar Ibu 2 di Ibu Profesional, yuk!

Assalamulaikum. 

Sudah lama aku berhenti mengikuti kelas belajar atau perkuliahan di Ibu Profesional. Aku bergabung di Ibu Profesional pada tahun 2017 di regional Bandung. Saat itu aku sedang hamil Bana. Aku ingat saat wisuda matrikulasi aku naik ke podium dengan perut yang sedang hamil besar. Lulus matrikulasi aku melanjutkan ke kelas bunda sayang. Lulus kelas bunda sayang aku langsung melanjutkan ke kelas bunda cekatan.

Saat perkuliahan di kelas bunda cekatan sedang berlangsung, kami pindah ke Cianjur. Saat itu aku mengajukan mutasi dari Ibu Profesional Bandung ke Ibu Profesional Cianjur. Aku lupa detail prosesnya, yang aku ingat saat bergabung di kelas bunda cekatan di Ibu Profesional Cianjur, aku kaget  karena peserta kelas hanya delapan orang, sementara saat itu di Bandung teman sekelasku seratusan orang. Aku sempat kecewa karena sungguh tidak ada dalam bayanganku kelasnya sesepi itu. Belakangan aku juga tahu kalau memang member Ibu Profesioanal Cianjur hanya sedikit, tidak sampai tiga puluh orang (saat itu).

Lulus kelas bunda cekatan, aku melanjutkan ke kelas bunda produktif. Saat itu Ibu Profesional memasuki new-chapter. Banyak perubahan dan perkembangan di segala unit, termasuk proses pembelajaran di kelas bunda produktif yang sama sekali berbeda dengan kelas-kelas sebelumnya. Gamifikasi alias ala-ala game. Aku yang pada dasarnya memang tidak terlalu suka game, jadi malas dan banyak melewatkan tugas-tugas di kelas. Aku tidak lulus kelas bunda produktif batch 1 saat itu. 

Meski off di perkuliahan, aku tetap aktif di regional Cianjur. Aku bergabung dengan kepengurusan, berkegiatan ini itu dan aku mulai merasa nyaman dan betah di Ibu Profesional Cianjur. Jumlah member yang sedikit membuat kami bisa mengenal satu sama lain dan lebih dekat. Saat ini justru aku merasa Ibu Profesional Cianjur ini adalah keluarga keduaku, satu-satunya circle-ku di Cianjur yang satu frekuensi.

Entah sudah berapa batch kelas bunda produktif terlewat namun aku masih enggan mengikuti kelasnya. Aku berencana bergabung ke Kampung Komunitas agar bisa mengikuti rumah belajar lain. Namun untuk bisa menjadi warga kampung komunitas aku harus terlebih dahulu mengikuti orientasi yang qadarullah beberapa kali aku melewatkan jadwal pendaftarannya. Kini ada Akar Ibu, sebuah program penguatan akar para ibu profesional, sinergi antara Institut Ibu Profesional dan Kampung Komunitas. Sebenarnya program baru ini diperuntukkan untuk member baru (yang baru saja lulus dari program Foundation) yang bertujuan untuk memberikan fondasi yang kuat dan esensial bagi anggota baru ibu profesional, juga untuk memastikan anggota baru memiliki semua bekal yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang dalam komunitas Ibu Profesional. Namun, member lama yang ingin menguatkan kembali akarnya, dipersilakan juga mengikuti program ini. Program Akar Ibu inilah yang menjadi pintu masuk jika ingin bergabung di Institut Ibu Profesional maupun Kampung Komunitas. Tentu saja aku tak ingin melewatkan kesempatan ini. Aku sudah mendaftar program Akar Ibu sejak hari pertama form dibuka. Setelah masuk grup dan menunggu, akhirnya hari ini ada asesmen awal dan kemudian masuk ke LMS Akar Ibu. 

Saat mengisi asesmen tadi ada pertanyaan tentang nilai-nilai utama Ibu Profesional. Aku serasa dibawa kembali ke pembelajaran dulu, dan karena core value ini sering kali diulang-ulang maka Alhamdulillah aku masih bisa mengingatnya dengan baik. Core value Ibu Profesional itu adalah belajar, berkembang, berkarya, berbagi dan berdampak. Belajar berarti menggali informasi dan memiliki ilmu. Berkembang artinya terus menerus bergerak ke arah yang lebih baik. Ilmu yang sudah diperoleh kemudian diamalkan, jika ada perubahan yang lebih baik, maka itu artinya kita telah berkembang. Ketika hal itu terjadi, maka akan muncul dorongan untuk berkarya dengan sesuatu yang kita bisa dan paling kita sukai. Berkarya artinya memberikan sumbangan karya yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat. Selanjutnya kita akan merasakan arti berbagi. Berbagi artinya membaktikan hidupnya agar bermanfaat bagi orang banyak, bisa berupa barang, jasa atau ilmu yang harus sudah dikuasai dan jalani terlebih dahulu. Dan dari perjalanan tersebut maka akan menimbulkan dampak bagi orang lain. Oleh karena itu berdampak artinya meluaskan semua proses yang telah disebutkan diatas secara berurutan kepada banyak orang.

Ada pertanyaan lain tentang karakter moral member ibu profesional dan juga tentang piramida ibu profesional. Aku pernah belajar ini tapi aku tak ingat secara lengkap dan detail. Aku menjawabnya seingatku saja.Tentang karakter moral, yang paling aku ingat adalah always ontime. Juga dont teach me, i love to learn, juga i know i can be better. Sisanya, lupa. Tentang piramida pun aku hanya ingat bahwa yang menjadi titik fokus atau tujuan utama kita adalah akhlak mulia. Piramida atas menunjukan sisi internal diri kita sendiri, harus terus belajar dan mau berkembang. Piramida bawah merupakan sisi eksternal yang berhubungan dengan orang lain. Sungguh aku rindu sekali belajar hal-hal seperti ini. Ga sabar untuk segera belajar di Akar Ibu. See ya next time.

Wassalamualaikum