Pages

Saturday 23 March 2013

Terima Kasih (Anti) Vaksin

Alhamdulillah, setelah mencari tau seluk-beluk vaksin mulai dari cara pembuatannya, efektifitasnya, maslahat dan mudhorotnya, hingga kehalalannya, akhirnya kami memutuskan untuk memvaksin anak kami nanti. Insyaallah ini menjadi salah satu bentuk ikhtiar kami memberi perlindungan pada anak. 
Kali ini saya copy-paste tulisannya mba Khairun Nisa di Grup GESAMUN dengan judul yang sama. Alhamdulillah, ini salah satu dari sekian banyak tulisan yang kami baca ketika galau mencari tau tentang vaksin. 

Heeee... imunisasi bahaya? haram?Saya dan suami yang sama-sama hobi berselancar di dunia maya sukses dibuat terbengong-bengong oleh artikel-artikel bahaya imunisasi yang banyak berseliweran di internet.
Bagaimana tidak?
Saya dan suami yang saat itu sedang merantau ke negeri sakura, selama menantikan kelahiran hingga lahirnya buah hati tercinta tidak pernah sekalipun mendengar isu-isu bahayanya vaksin di Jepang. Tetangga kami yang orang indonesia dan sudah menetap lama di Jepang tidak sedikit jumlahnya. Tapiii.. rasa-raanya tidak ada satu pun yang memberikan wejangan bahwa vaksin itu berbahaya, haram, penuh konspirasi, dan lain-lainnya. Tapi kenapa heboh sekali di Indonesia??
Wuaduh, ini kami yang kuper atau gimana ya? Jadi anak kami mesti di vaksin atau tidak nih? GalaauuUntungnya, jadwal vaksinasi di Jepang berbeda dengan di Indonesia.Vaksinasi pertama di prefektur kami (Ibaraki) dilakukan di usia 3 bulan, kecuali untuk ibu hamil yg saat pemeriksaan rutin ke dokter terdeteksi hepatitis B positif maka anaknya akan langsung diberikan vaksin hepatitis B.
FYI: Pemeriksaan kehamilan di Jepang masuk program pemerintah, semua wanita hamil yang mendaftarkan diri akan mendapatkan kupon diskon dan jadwal pemeriksaan kehamilan rutin. Pemeriksaannya sudah mencakup cek urin, cek tensi, cek darah, USG, dan tentunya konsultasi dengan dokter kandungan. Jadi, pihak rumah sakit akan punya data lengkap siapa-siapa saja ibu hamil yang butuh treatment khusus, seperti positif hepatitis B, tokso, rubella, dan lain-lain.
Yosh! masih ada waktu untuk mencari info dan memantapkan hati, pikir saya dan suami.
Perburuan informasi vaksinasi pun dimulai..Tenaaang, kan ada google.. semua info tentang imunisasi pasti banyak disana. iya kaan?
Eh, eeeh, kata siapaa??Lha isinya hampir semua tentang mengungkap konspirasi imunisasi dan bahaya vaksin. Jangan-jangan emang bener bahaya nih. Huwaa, sereem.. Apa mending ga usah di vaksin aja ya?
Tapi rasanya kok masih belom sreg, walaupun dalam tulisan-tulisan tersebut banyak mencantumkan data ini itu, pernyataan si ini dan si itu yang bahkan punya gelar selangit di luar negeri sana.
Kenapa masih belum sreg?
Habis semua infonya miriip, seperti satu artikel yang di copy paste ke banyak website, sumbernya itu-itu saja.. Jadinya belum yakin-yakin banget dengan info di artikel-artikel tersebut.
Namun, ternyata kegalauan kami makin menjadi setelah beberapa waktu kemudian ada seorang teman yang menyarankan u membaca tulisan seorang dokter yang ternyata antivaksin. Walah, referensinya jurnal-jurnal ilmiah, jurnal luar negeri pula, wuiih... Suami saya yang skeptis-an saja sampai bilang bahwa tulisan beliau cukup meyakinkan.'Jangan-jangan bener bahaya nih sayang, lumayan convincing nih tulisannya.'
Eeuuuhh.. Oke-oke, tarik nafas dulu.. Jangan buru-buru bikin keputusannya. Toh referensi dari si dokter antivaksin itu belum kami cek. Bener ga sih kesimpulan-kesimpulan jurnal yang beliau sertakan dalam tulisannya?Gak boleh nyerah, pokoknya jangan gegabah bikin keputusan sebelum dapet informasi berimbang dari yang pro maupun kontra!!
Penelusuran informasi pun terus kami lakukan..Dengan semangat 45, saya dan suami mencoba menelusuri siapa saja kah sebenarnya tokoh-tokoh yang namanya disebutkan dalam artikel-artikel bahaya vaksin di dunia maya, serta mencari tau apakah benar mereka memberikan pernyataan sebagaimana yang dikutip dalam artikel-artikel tersebut.
Kereen banget ya keliatannya :D
1, 2, 3 artikel kami baca-baca, bukannya tambah bisa dapet jawaban atas pertanyaan kami tersebut, yang ada kami malah pusing dengan banyaknya informasi di google [-____-]' ga jadi deh kerennya ;P
Tapi tunggu dulu...
Beberapa waktu kemudian, ditengah kegalauan kami, tiba-tiba di facebook mulai beredar artikel Dokter Julian Sunan di kompasiana yang isinya membongkar siapa saja sebenarnya tokoh-tokoh yang ada dalam artikel-artikel bahaya vaksin tersebut.
Waaah.. bukan main takjubnya kami dengan fakta-fakta yang diungkap oleh beliau: ada tokoh yang ternyata fiktif, ada pula yang menjelek-jelekkan vaksin tapi kemudian menawarkan solusi dengan pengobatan ala dirinya sendiri. Ouch!! dahsyat sekali artikel Dokter Julian Sunan ini :D
Kami pun kembali mencoba menelusuri beberapa info yang Dokter Julian Sunan sertakan dalam artikelnya. Beneran gak nih?? Jangan-jangan gak bisa dipercaya juga tulisannya..Dan pada akhirnya kami memutuskan untuk lebih mempercayai artikel beliau dibandingkan dengan artikel bahaya vaksin yang banyak beredar di dunia maya.
Yosh! satu kegalauan sudah teratasi.
The Reasons 
Cukup banyak dinamika pervaksinan yang kami lalui, kalau diceritakan semua rasanya bisa mengalahkan skenario sinetron tersanjung, hehe #lebaay
Secara garis besar, berikut ini adalah hal-hal yang akhirnya mengarahkan kami untuk mantap memilih untuk provaksinasi:
1. Urgensi vaksinasi 
Pada satu titik, kami merasa beruntung pernah mengikuti dinamika pro-kontra vaksinasi ini. Kami yang awalnya mengenal vaksinasi hanya sebatas 'ini program kesehatan dari pemerintah' saja, jadi belajar banyak tentang alasan kenapa pemerintah kita (dan negara-negara lain di dunia) sampai menjadikan vaksinasi sebagai program resmi di negaranya masing-masing.
Kami jadi belajar tentang penyakit apa saja yang bisa di cegah oleh vaksinasi. Kami juga menjadi tahu betapa berbahaya-nya dampak yang ditimbulkan jika terjangkiti oleh penyakit-penyakit tersebut, apalagi untuk penyakit-penyakit yang masih banyak ber'edar' di Indonesia yang saat ini masih berusaha di'enyahkan' oleh pemerintah melalui program vaksinasi dasarnya. Tidak hanya itu, kami juga belajar tentang seperti apa efektifitas vaksin, bagaimana proses pembuatannya, status kehalalannya, dan lain-lain. Bersyukur sekali ada Gesamun. Menjadi lebih mudah bagi kami untuk mencari informasi yang benar dan terpercaya tentang vaksinasi.
2. Kredibilitas aktivis antivaksin 
Harap digaris bawahi kata aktivis antivaksinnya ya, bukan merujuk pada semua orang yang tidak melakukan vaksinasi.
Sungguh, semakin kami banyak tau tentang mereka, semakin kami tidak yakin untuk mengikuti apa yang mereka sampaikan.
Bagaimana mungkin kami yakin pada 'kebenaran' yang mereka sampaikan, jika:
- Dokter antivaksin yang cukup dijadian panutan oleh para antivaksin ketahuan tidak hanya sekali salah dalam memahami kesimpulan penelitian. Kami mulai menyadari hal ini saat ada beberapa orang yang menegur beliau baik di twitter maupun di grup fb dokter tersebut.
Halaah, cuma salah-salah nyimpulin aja kok, wajar lah namanya juga manusia. lebay amat sih sampe jadi gak percaya sama orang itu!!
Eeiiits, kata siapa hal kayak begitu dibilang lebay? Parents, apa yang dia sampaikan adalah masalah besar. Beda kesimpulan, beda pula rekomendasinya.
Sebagai gambaran, coba ayah bunda bayangkan, ketika ada yang bilang bahwa: eh ternyata, menurut penelitian XYZ, kalo diare itu ga perlu diganti cairan tubuhnya gak apa-apa loh. Kan tubuh kita itu sudah Allah ciptakan sempurna, ketika anak kita diare pasti bisa menyesuaikan kadar cairan di dalam tubuh. Jadi, tanpa cairan dari luar tubuh pun tidak akan sampai dehidrasi.Padahaaal.. ternyata kesimpulan penelitiannya tidak seperti itu. Eh tapi kemudian keburu ada orang tua yang membaca informasi tersebut, terus percaya, terus pada suatu ketika anaknya kena diare, dan orang tuanya (karena mempercayai informasi tersebut) tidak memberikan cairan tambahan bagi si anak.
Dan ketika si penyebar informasi tersebut berdalih: lho, kan saya gak ngerekomendasiin, situ sendiri yang bikin keputusan seperti itu. Saya cuma menyampaikan kesimpulan penelitian yang saya baca aja kok. Dapatkan ayah bunda bayangkan bagaimana perasaan orang tua tersebut? Sungguh kami tidak berharap hal seperti itu terjadi di dunia nyata. Naudzubillahimindzalik.
Apalagi, belakangan dokter antivaksin tersebut juga terbukti melakukan 'korupsi terjemahan' kalo pake bahasanya FP Stop Antivaks. Masih ingat kan dengan dokumen di grup dokter tersebut yang ternyata hanya mengambil sebagian saja informasi dari cdc, dan membuat kesimpulan yang sangat berbeda dengan apa yang disampaikan oleh cdc? Sedih sekali kami melihatnya :(
Riwayat akademik yang tidak mumpuni. 
jika sesuatu hal diserakan tidak pada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya, bukan? Bagi kami, isu vaksinasi ini menjadi penting karena menyangkut maslahat orang banyak. Cukuplah sejarah masa lalu di negara kita maupun di negara lainnya membuktikan betapa dahsyatnya dampak dari wabah penyakit yang, alhmdulillah, berkat kemajuan teknologi saat ini dapat dicegah dengan vaksinasi.
Intermezzo sedikit ya :D
Kami bukan 'penggila' vaksinasi, kami sangat terbuka jika pada kemudian hari ada penelitian yang berhasil menemukan metode lain yang lebih efektif dari vaksin. Bagi kami, yang penting jelas pertanggungjawaban ilmiahnya, bukan sekedar asumsi pribadi yang belum berhasil dibuktikan kebenarannya. Kalau ada yang bilang: metode kami ini kan ada landasan hadits-nya. Ya, mari tanyakan kepada ahlinya (baca: ulama), apakah benar seperti itu penjelasan haditsnya. Jangan buat interpretasi sendiri tanpa menguasai ilmunya, Jangan pula asal klaim. Bukan apa-apa, salah-salah, kami khawatir nama Islam yang malah tercemar.
Maka, serahkanlah urusan ini pada orang yang memang benar-benar mumpuni di bidangnya. Ketika dihadapkan pada pertanyaan tentang seluk-beluk vaksin, mulai dari cara pembuatannya, efektifitasnya, pertimbangan maslahat dan mudharatnya, hingga kehalalannya, kami merasa tidak bijak jika harus mengesampingkan pendapat para ahli dibidang ini dan malah mengikuti pendapat orang-orang yang tidak mumpuni secara keilmuan di bidang ini.
Naik pesawat saja, rasanya kami tidak akan berani kalau ternyata pilotnya sehari-hari berprofesi sebagai supir taksi yang belajar mengemudikan pesawat terbang secara otodidak pakai simulator. Bagi kami resikonya terlalu besar, dan ini menyangkut nyawa manusia, bukan? Sama hanya dengan vaksinasi, kami rasa terlalu besar resikonya jika harus membuat keputusan berdasarkan info yang dibuat oleh orang-orang yang tidak benar-benar menguasai bidang tersebut.
- Semakin kami memperhatikan, (mohon maaf sekali) semakin kami tidak respek pada akhlak yang tercermin dari setiap sepak terjang mereka. Dulu, saat masih gabung di grup fb salah satu dokter antivaksin, saya tau betul bagaimana mereka dokter piprim menjadi bulan-bulanan mereka, diberi julukan pimple (jerawat), pom-pom, diomongin ini itu. Belum lagi di twitter. Sungguh, istghfar betul kami dibuatnya.
Kami makin terperangah ketika melihat diskusi antara penulis buku konspirasi vaksinasi dengan Umm Hamzah (seorang dokter yang selama ini kami lihat cukup aktif melurukan informasi-informasi yang tidak tepat di bidang kesehatan) di salah satu note di fesbuk. Astagfirullah, antek dajjal, antek yahudi, julukan-julukan yang sungguh tidak pantas keluar dari lisan seorang muslim yang baik bisa dengan lancar keluar dalam diskusi tersebut. Belum lagi pada diskusi-diskusi lainnya, terkadang sampai keluar statement: muslim bukan sih kamu, kok mikirnya kayak begitu? Astagfirullah, astagfirullah.. Semoga Allah senantiasa mengampuni setiap khilaf yang keluar dari lisan dan tulisan kita semua.
Jikalau yang bermasalah adalah kredibilitas yang bukan aktivis antivaksin sih kami masih maklum, tapi kalo yang bermasalah adalah kredibilitas orang-orang yang aktif membuat dan menyebarkan informasi-informasi seputas vaksin, bagi kami itu masalah. Karena sangat mungkin informasi-informasi yang mereka sebarkan tersebut ditelan bulat-bulat oleh orang yang membacanya, dan dijadikan pertimbangan dalam menentukan akan melakukan vaksinasi atau tidak. Sementara bagi kami, isu vaksinasi ini isu umat.
Tidak sampai hati rasanya kalau harus membayangkan terjadi wabah dulu barulah orang-orang tersadarkan akan pentingnya vaksinasi. Bukankah wabah tersebut sudah pernah terjadi di masa lalu? dan vaksin sudah terbukti efektif mengatasi wabah-wabah tersebut? Pengalaman adalah guru yang berharga bukan? Ayolah ayah bunda, mari belajar dari pengalaman pendahulu-pendahulu kita. Jangan tunggu 'pengalaman' tersebut terjadi dulu pada diri keluarga kita.
Ayah bunda, jangan sampai kita salah membuat keputusan karena menyandarkan keputusan kita pada informasi-informasi yang disampaikan oleh orang-orang yang patut dipertanyakan kredibilitasnya. Bukankah sudah ada contoh dari para perawi hadits yang tidak akan menerima hadits ketika berasal dari orang yang dipertanyakan kredibilitasnya?
3. Sudah ada fatwa ulama tentang vaksinasi. 
Sebagai muslim, tentunya kami konsern dengan isu halal haram-nya vaksin. Maka mulailah kami ubek sana ubek sini, cari info tentang status si vaksin, hingga sampailah kami pada fatwa dari Syaikh Abdullah Bin Baz dan Yusuf Qardhawi. Keduanya sama-sama membolehkan penggunaan vaksin. Maka tuntas sudah kegalauan kami. Tidak ada lagi syubhat. Iya tho, kan udah ada fatwa ulama-nya. Syubhat itu kan kalo statusnya masih belum jelas dan belum ada fatwa ulama, ya gak? Dan lagi-lagi, serahkan pada ahlinya untuk membuat fatwa, jangan percaya sama 'ahli fatwa' dadakan. Apalagi mereka gak akan ikut bertanggung jawab atas keputusan kita di yaumil hisab nanti.
Eits, udahan nih?Kalau masalah konspirasi gimana?
Walah-walah, kalau mereka katakan vaksinasi ini untuk mendepopulasi umat islam, kami malah makin sangsi dengan pernyataan tersebut. Selama kami tinggal di Jepang, yang notabene muslimnya minoritas, vaksinasi malah jadi program resmi pemerintah, gak ada heboh-heboh antivaksin pulak, hehe.. dan harga vaksinya jauh lebih murah meriah dari pada di Indonesia :D. Apalagi, dulu di gesamun juga pernah disampaikan artikel tentang adanya program vaksinasi di Israel dan Palestina. Nah loh? :D
Terakhir, walau berat, rasanya kami harus mengucapkan terima kasih kepada para anti-vaksin dan tentunya juga kepada para pro-vaksin yang melalui perantara mereka-lah kami banyak belajar tentang masalah kesehatan keluarga, khususnya tentang isu vaksinasi ini :). Semoga ada kebermanfaatan yang bisa didapatkan dari pengalaman kami ini ^_^
Salam sehat selalu,
Nisa-Iko-Orichan
*dibuat untuk disertakan pada lomba penulisan mantan galauers vaksinasi GESAMUN (Gerakan Sadar Imunisasi)
Note:atas masukan dari kawan-kawan, sodara-sodari, sebangsa setanah air, berikut ini saya sertakan beberapa link u bisa di baca sambil santai nyemil cok*-c*ki, hehe:
1. untuk yang mau tau seperti apa tingkah polah para aktivis antivaksin, silahkan mengunjungi FP Stop Antivaks:https://www.facebook.com/photo.php?fbid=154814634656631&set=a.159310610873700.35649.146270875511007&type=3&src=https%3A%2F%2Ffbcdn-sphotos-e-a.akamaihd.net%2Fhphotos-ak-ash4%2F248440_154814634656631_2059535770_n.jpg&size=932%2C592
2. untuk yang mau tau seluk beluk vaksin, silahkan mengunjungi Grup Gerakan Sadar Imunisasi (Gesamun):https://www.facebook.com/groups/GESAMUN/doc/328389870568843/
3. nostalgia diskusi beberapa aktivis pro-vaksin dan anti-vaksin (baca komen2nya dari awal ya):https://www.facebook.com/notes/abu-muhammad-herman/imunisasi-dengan-vaksin-dari-enzim-babi-penulis-al-ustadz-abu-ubaidah-yusuf-bin-/10150370318990175
4. artikel dokter Julian Sunan yang cetar membahana, hehe:a. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/05/03/bahaya-imunisasi-telaah-tahap-i/b. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/05/13/bahaya-imunisasi-telaah-tahap-ii/
5. untuk yang penasaran, apakah benar imunisasi lumpuhkan generasi?, silahkan baca artikel dokter Piprim B. Yanuarso berikut ini:https://www.facebook.com/groups/GESAMUN/365324776875352/

Mudah-mudahan bisa sedikit membantu para ayah bunda lain yang galau tentang vaksin. Amiin

No comments:

Post a Comment