Alhamdulillah, shubuh ini terasa sejuk dan damai sekali. Ada rasa nyaman yang jauh berbeda dari hari-hari sebelumnya meskipun pegal-pegal di pundak dan punggung masih terasa. Alhamdulillah segelas coklat panas dan indomie goreng sayur telur cukup untuk menambah kenyamanan ini.
Alhamdulillah lagi, mual-mual dan pusing di awal kehamilan sudah terlewati, sudah jauuuh berkurang. Sesekali saja merasa mual jika memang ada bau sesuatu yang sangat kuat atau sedikit pusing saat ngantuk tapi belum bisa tidur.
Alhamdulillah kehamilan saya sudah masuk 16 minggu. Hitungan berdasarkan HPHT sebenarnya baru 15minggu2hari, tapi berdasarkan hasil USG usia kandungan sudah masuk 16minggu4hari. Waktu hamil Kakang Sina, sejak awal testpack positif sampai usia kandungan 8 bulan selalu USG setiap bulan. Selalu excited setiap awal bulan menanti jadwal kontrol. Ga mau kontrol ke bidan karena di bidan ga bisa USG, ga bisa lihat langsung kondisi jabang bayi. Padahal saat itu saya sudah tau bahwa sebenarnya tidak perlu USG setiap bulan, cukup 1 kali saat kehamilan di bawah usia 3 bulan, 1 kali saat usia 4-6bulan, dan 2x saat usia 7-9bulan. Kecuali jika memang diperlukan untuk selalu USG jika ada gejala yang 'mencurigakan' pada jabang bayi.
Hamil yang kedua ini, saya berniat untuk mengurangi jadwal USG, dan periksa ke bidan saja. Yang pertama terpikir tentu saja bidan Okke, bidandari yang membantu saat persalinan Kakang Sina dulu. Tapi setelah dipikir-pikir, nanti saja ketemu Teh Okke saat usia kandungan sudah di atas 28 minggu. Akhirnya saya coba periksa ke puskesmas dekat rumah, iya dekat, kalau jalan kaki paling hanya 5-10 menit sudah sampai. Sebenarnya agak-agak gimana gitu ya, sedikit underestimate sama puskesmas, karena dulu pernah periksa Kakang saat sakit tapi kurang puas sama pelayanannya. Banyak yang bilang puskesmas sekarang udah OK koq, tidak se-ngasal dulu. Mungkin dulu juga ga nagsal, cuma saya nya aja yang kurang sreg sama puskesmas.
Bismillah aja. Tanggal 7 Desember 2017, pukul 8 lebih sedikit saya berangkat, dan sampai di sana ternyata antrian pendaftaran sudah lumayan panjang. Antri ambil nomor, kemudian nunggu dipanggil untuk di data. Karena saya baru pertama ke puskesmas, jadi saya dikasih kartu baru yang harus dibawa setiap berobat. Kartu ini ga ada nama saya-nya sama sekali, hanya nama kepala keluarga saja. Ya sudah. Saya kemudian dikasih itu nomor antrian plus beberapa lembar kertas yang sepertinya lembar diagnosa, lembar resep, dan entah lembar apa lagi kemudian diminta menunggu di ruang no 7, ruang KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Bayarnya hanya RP.3000 saja. Alhamdulillah.
Dodolnya saya, saya ga nanya kanan-kiri, saya anteng aja nunggu panggilan di depan ruang 7 sambil nonton Hwayugi di hp. Hampir sejam kemudian saya baru sadar ternyata banyak orang yang datang setelah saya tapi sudah dipanggil duluan. Barulah saya bertanya ke ibu hamil di sebelah, ternyata nomor antrian dan berkas lainnya harus dikasihin dulu ke petugas di ruang 7 baru nanti dipanggil. Dong dong.. Sedih banget ya udah nunggu hampir sejam, ga ada yang ngasih tahu deuih, padahal jelas-jelas saya masih memegang no antrian dll. Petugas yang di bagian pendaftaran juga tidak memberitahu kalau antriannya harus dikasihkan ke petugas di ruang 7.
Setelah saya berikan ke petugas ruang 7, sekitar 10 menit kemudian saya dipanggil dan masuk ke ruang periksa. Kesan pertama, lihat ruangan not bad lah. Bersih dan rapi. Tapi kurang nyaman karena terlalu banyak orang di dalam. Dua orang bidan dan dua orang mahasiswa kesehatan ada di sana. Saya tahu itu mahasiswa dilihat dari seragam yang mereka kenakan. Bidan pertama terlihat sibuk menulis-menulis sesuatu didampingi satu mahasiswa, bidan kedua yang memeriksa saya didampingi satu mahasiswa lainnya. Saya ditanya-tanya tentang hari terakhir haid, keluhan, dan lain-lain. Sambil bertanya ke saya, bidan tersebut sambil mengajarkan mahasiswa yang mendampinginya bagaimana cara mencatatnya. Saat itu usia kandungan saya diperkirakan 6minggu. Bu bidan berkata ke mahasiswa, karena ibu ini baru pertama datang dan usia kandungannya masih 6 minggu, jadi bukunya bulan depan saja. Buku yang dimaksud adalah Buku Kesehatan Ibu dan Anak yang berwarna pink, yang sebenarnya saya mupeng pengen punya buku itu sejak sebelum hamil. Hehe. Selanjutnya ditimbang berat badan juga cek tekanan darah lalu kemudian diminta untuk berbaring. Bidan meminta kaki saya diangkat, dan mulai memeriksa bagian perut. Sebentar saja, tidak sampai lima menit, Bidan mengatakan masih lembek ini. Banyak makan dan jangan lupa minum susu dua gelas sehari. Bidan memberikan lembaran resep dan mengatakan kembali lagi bulan depan ya.
Saya pamit dan menuju ke apotek, antri lagi untuk ambil obat. Tidak sampai 10 menit saya sudah mendapat obatnya. Saya dikasih obat anti mual dan vitamin B kompleks untuk 10 hari. Saya pun pulang. Alhamdulillah.
Karena merasa kurang puas dengan pemeriksaan di puskesmas, saya memutuskan untuk periksa di tempat lain sekalian USG. Saya cerita nanti di post terpisah ya. Walaupun begitu, saya tetap berniat untuk periksa kehamilan di puskesmas bulan depannya demi mendapat buku pink incaran. Hehe.
Bulan depannya,tanggal 4 Januari 2018 saya kembali ke puskesmas. Kali ini saya tidak terlalu lama menunggu karena saya skip kedodolan saya bulan sebelumnya. Yang memeriksa saya bulan ini adalah bidan yang bulan sebelumnya sedang menulis-nulis. Sepertinya gantian, karena kali ini bidan yang memeriksa saya sebelumnya lah yang sedang nulis-nulis. Tidak ada mahasiswa lagi, hanya dua orang bidan saja. Bidan yang ini (maafkan saya bu bidan, saya ga tahu nama bu bidan ini dua-duanya) lebih muda dari bidan satunya, sayangnya di mata saya bidan ini terkesan judes, tidak seramah bidan satunya. Bu bidan menanyakan apakah bulan sebelumnya saya dikasih catatan kecil atau apalah sebagai buku sementara, saya jawab tidak. Beliau bilang kalau begitu saya bingung ini rekapnya yang mana, saya anggap pasien baru saja ya, begitu. Dan, ditanya-tanya lagi deh mulai HPHT dan lain-lain. Usia kandungan saya 10 minggu. Setelah memeriksa perut saya, bu bidan bilang ini udah 10 minggu tapi masih lembek begini, makan yang bagus ya. Bu bidan satunya menambahkan :"minum susu 2 gelas sehari ya bu". Dan selesai. Tak lupa bu bidan juga berkata bukunya nanti saja ya kalau sudah terdengar detak jantung sekitar usia 4 bulanan. Musnah sudah harapan saya buat pulang membawa buku pink, hehe. Tapi kali ini saya dapat oleh-oleh vit B kompleks dan tablet asam folat, juga lembar kecil catatan KB mandiri sebagai pengganti sementara buku pink.
6 minggu kemudian, tanggal 6 Februari 2018 kemarin saya kembali ke puskesmas, dengan harapan kali ini bisa membawa pulang buku pink incaran. Sengaja saya ganti hari, sebelumnya saya selalu kamis, kali ini saya coba datang di hari selasa berharap bidan yang bertugas adalah bidan lain. Kali ini, antrian di pendaftaran lebih panjang dan lama karena sedang ada pembenahan pencatatan. Alhamdulillah, memang benar bidan yang bertugas berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Kali ini hanya sendirian. Saya langsung memberikan lembar KB mandiri dan bu bidannya bingung, "lah kenapa kertas ini?" katanya. Setelah dibuka, barulah beliau sadar bahwa itu adalah catatan pemeriksan kehamilan sementara yang ditulis di catatan KB mandiri, heu. Setelah ditimbang dan dicek tekanan darah, saya diminta berbaring. Karena usia kandungan sudah memasuki 15-16minggu maka bu bidan mencoba memeriksa detak jantung menggunakan doppler. Alatnya dinamakan doppler karena memang menggunakan prinsip efek doppler. Saya pernah mempelajarinya saat hampir memilih bergabung di kelompok keilmuan fisika medis baheula tapi akhirnya mantap memilih fisika bumi. Sayangnya, detak jantungnya belum terdengar katanya. Ada, tapi masih sangat lemah. Sudah. Saya ga terlalu khawatir sih, karena sehari sebelumnya saya USG dan semuanya baik-baik saja.
Saat sedang menunggu bu bidan menuliskan resep, masuklah bidan satu lagi dan langsung menyapa dengan sangat hangat dan ramah. Bidan cantik tetangga beda blok, Bu Rela. Beliau bertanya, "gimana sehat? udah kedengar detak jantung belum?". Saya jawab belum. Beliau berkata " masa sih, aku penasaran, cek lagi yuk." Asyiiik, alhamdulillah, saat di periksa Bu Bidan Rela, ternyata detak jantungnya terdengar sangat jelas. "Ini ada, cuma memang posisinya dalam sih. Udah gede nih, sekitar 10cm" Alhamdulillah. Bu bidan ini tahu riwayat saya yang belum pernah vaksin TT pas kehamilan sebelumnya karena pernah bertanya hal ini di posyandu. Beliau menawarkan, mau vaksin TT sekarang ga? eh Td, tetanus difteri. Ga pake pikir panjang saya jawab mauuu lah. Beliau juga bilang bahwa sekarang semua ibu hamil wajib tes HIV. Mau sekalian sekarang berani ga? Abis vaksin terus langsung diambil darah. Hehe. Saya senyum. Beliau bilang ya sudah sekarang vaksin dulu aja ya, nanti minggu depan ke sini lagi buat tes HIV, atau dua minggu lagi aja deh. Setelah divaksin baru sadar kalau form persetujuan pemberian vaksin belum saya isi. Bodor. Kami ketawa-ketawa, divaksinnya sudah, tapi form persetujuannya malah belum. Beda banget lah antara bu bidan Rela ini dengan bidan satunya (maafkan saya ga tau namanya). Bu Rela selain ramah, hangat, juga sangat informatif dan detail, tidak terburu-buru. Kali ini saya bawa pulang tablet Neo (isinya Fe dan asam folat), tablet calcium lactate dan tentunya buku pink idaman hati, haha. Alhamdulillah.
Buku pink incaran *kenapa miring ya? |
Tadi saya hampir berniat kalau sudah punya buku pink sepertinya ga akan periksa di puskesmas lagi. Tapi, setelah bertemu Bu Bidan Rela dan diperiksa olehnya, saya mantap mau lanjut periksa di puskesmas, di jadwal Bu Rela tentunya. Mungkin saya sudah terlalu nge-fans dengan pelayanan Bidan Okke ya, jadi saya sepertinya selalu membandingkan bidan lain dengan beliau dan berpatokan bahwa bidan yang ideal itu ya yang seperti Teh Okke, kemudian agak underestimate sama bidan lain. Tapi setelah sekali diperiksa Bu Rela, saya merasakan kenyamanan yang hampir sama dengan yang saya rasakan ketika periksa ke Teh Okke. Bedanya, konsul dengan Bu Rela ga seleluasa dengan Teh Okke. Jika Teh Okke tidak membatasi durasi konsulnya, dulu bisa sampai 90 menit sekali konsul, cerita-cerita banyak. Kalau dengan Bu Rela waktu terbatas karena tempat praktik di puskesmas dan antrian di belakang sudah menunggu. Tapi dari sisi lain, kenyamanan, keramahan, informatif, pemeriksaan yang santai tapi detail, Bu Rela hampir sama lah dengan Teh Okke, dengan tarif yang jauuuuh lebih terjangkau pula. Alhamdulillah. Cara pandang saya terhadap pemeriksaan di puskesmas sedikit berubah.
Saya jadi berandai-andai, berharap Bu Rela buka praktik mandiri dan bisa membantu persalinan juga. Sepertinya bisa selembut dan senyaman lahiran dengan Teh Okke. Saya jadi punya alternatif lain penolong lahiran nanti. Sayangnya, beliau ga buka praktek mandiri. Jadi sampai saat ini, saya masih tetap keukeuh pengennya lahiran sama Teh Okke lagi. Semoga berjodoh.
Wassalamualaikum.
No comments:
Post a Comment