(part 1 di sini)
HPL (Hari Perkiraan Lahir) ku tanggal 25 Agustus 2020. Kami belum benar-benar memutuskan akan lahiran dimana. Rencana kami, jika tanggal 20 belum lahir, kami pulang ke Bandung. Jika tanda-tanda kelahiran mucul sebelum itu, berarti aku lahiran di Cianjur. Oh ya, opsi lahiran dengan dr. Wulan sudah aku coret sejak awal. Bukan masalah dokternya, tapi masalah tempatnya. Saat itu beliau hanya bisa membantu persalinan di RSDH saja, sementara di klinik hanya untuk pemeriksaan kehamilan dan praktik lainnya. Karena aku menghindari rumah sakit, otomatis pilihan ini tidak masuk ke rencanaku. Meski begitu, sampai usia kandungan 38 minggu aku masih kontrol ke beliau.
Selasa malam tanggal 18 Agustus, sekitar isya, ada flek keluar. Perasaanku, tentu saja bahagia karena tanda lahir sudah tiba. Tapi aku juga cemas, khawatir dan gugup. Aku chat bidan Ajeng dan menceritakan kondisi saat itu bahwa aku sudah keluar flek namun belum ada kontraksi. Bidan Ajeng mengatakan untuk segera ke klinik jika kontraksi sudah 10 menit sekali. Saat itu aku pakai aplikasi penghitung kontraksi di handphone ku tapi aku lupa namanya. Menjelang tidur aku khawatir ketuban pecah dini seperti yang terjadi saat menjelang kelahiran Bana. Tapi alhamdulillah aku bisa tidur sampai subuh. Subuh aku mulai merasakan kontraksi yang semakin lama semakin kuat dan jedanya semakin sebentar. Aku duduk di gymbal sambil bergoyang-goyang. Aku juga masih sempat memandikan Bana dan membuat sarapan. Sekitar pukul 07.30 pagi kontraksi mulai 10 menit sekali, aku segera chat bidan Ajeng dan meluncur ke klinik.
Di perjalanan kami sempat mampir ke minimarket untuk beli cemilan Sina dan Bana. Hanya suami yang turun. Aku dan anak-anak menunggu di mobil. Saat itulah aku merasa kontraksi semakin menguat dan serasa tanpa jeda. Aku merasa suamiku lama sekali, beliau masih antri untuk bayar di kasir. Aku ingin berteriak agar beliau batalkan saja beli cemilan dan langsung ke klinik. Saat suami masuk mobil, ku katakan bahwa kontraksi sudah tanpa jeda dan aku mulai merasa ingin buang air besar.
Suami agak panik. Alhamdulillah lokasi minimarket sudah dekat klinik, tidak sampai 100 meter. Kami segera ke linik. Sampai di depan klinik, suami mengajak aku turun. Tapi saat itu aku merasakan kontraksi sedang kuat dan menunggu ada jeda untuk berjalan masuk ke dalam klinik. Kutunggu-tunggu jeda itu tak ada. Aku bilang ayolah turun tapi sepertinya ga kuat. Aku ingat beliau berkata :"Bun, masih tahan ga? Hayu turun. Waduh kalau bisa jangan lahiran di mobil." Haha.
Suami menuntunku masuk ke klinik. Kemudian balik lagi ke mobil mengambil Bana di carseat dan menuntun Sina. Saat masuk, ternyata bidan Ajeng sedang dalam perjalanan dari puskesmas. Ada asistennya yang langsung mengarahkanku untuk cek urin. Beliau memberikan wadah untuk sampel air seni. Aku mengambilnya kemudian masuk ke toilet. Aku mulai kesulitan berdiri setelah dari toilet karena kontraksi semakin menguat. Aku berbaring di bed ruang periksa kehamilan. Bidan Ajeng sudah datang dan langsung bersiap. beliau ijin untuk cek dalam, dan ternyata SUDAH BUKAAN SEMBILAN!!!! Iya bukaan sembilan. Bidan Ajeng mengatakan ayo ke ruang bersalin. Namun aku sudah tak sanggup berdiri. Kontraksi yang kuat dan rasa ingin mengejan membuatku kesulitan berpindah. Alhamdulillah beliau mengatakan :"Ya sudah, di sini saja." Entah apa yang beliau dan asistennya persiapkan aku sudah tak memperhatikan.
Saat itu, Sina dan Bana menunggu di luar. Iya di luar ruang periksa. Mereka berdua saja tanpa ada yang menemani. Ibu dan Ateu masih dalam perjalanan menuju Cianjur. Saat sensasi ingin mengejan semakin kuat, bidan Ajeng memandu untuk aku tetap mengatur nafas. Kepala bayi sudah mulai keluar dan tiba-tiba Bana buka pintu ingin masuk. Asisten bu bidan sempat meminta anak-anak tetap di luar dan hendak menutup pintu. Namun Bana menangis "Mau ke Bunda.....".
Akhirnya Sina dan Bana masuk ke ruangan. Suami menggendong Bana sambil tetap berdiri di sampingku dan memegang erat tanganku. Sina pun berdiri di belakang ayahnya. Aku yang sedang mencoba mengatur nafas terdistraksi. Kepala bayi yang sudah sedikit keluar tertahan. Saat sensasi rasanya datang lagi, aku mengatur nafas lagi dan byuuuuuur bayi keluar pukul 08.46 WIB, tanpa mengejan, Alhamdulillah. Ya, kedua anakku menyaksikan saat air ketuban dan darah keluar bahkan sampai mengotori lantai. Aku sudah ceritakan ya bahwa aku lahiran di ruang periksa, bukan ruang bersalin dengan bed khusus yang ada bolongan tempat keluar cairan dan darah.
Alhamdulillah, bayi perempuan langsung ditempelkan di dadaku. Yang kurasakan saat itu, lemas. Tak lama kemudian alhamdulillah plasenta lahir. Sesuai birth plan, tali pusat dibiarkan tetap terhubung dengan bayi. Beberapa menit kemudian, bu bidan memasang IUD. Aku tak ingat berapa lama kami melakukan IMD, tapi rasanya waktu itu bayiku belum sampai bisa menghisap puting susu. Bayiku kemudian dibersihkan, ditimbang dan diukur tingginya. Berat 4,1kg dan tinggi 50,5cm. Alhamdulillah.
![]() |
Bayiku, masih terhubung ke plasenta. |
Aku lupa berapa lama aku istirahat di bed ruang periksa. Bu bidan mengatakan, jika aku sudah kuat, ayo mandi dan pindah ke ruang pemulihan. Aku meminta waktu karena aku merasa lemas. Diantara ketiga proses lahiran, aku merasakan kali ini paling lemas. Hanya lemas, tidak pusing atau sakit.
Ketika aku merasa sudah tak terlalu lemas, aku membersihkan diri, ganti baju dan beristirahat di ruang pemulihan. Tidak lama kemudian, Ateu datang. Suami pulang sejenak ke mess bersama Ateu dan anak-anak. Ibu kemudian datang, memelukku, menanyakan kondisiku. Beliau berkaca-kaca dan memujiku, membesarkan hatiku. Baru kemudian beliau melihat bayiku.
Aku tak ingat bagaimana dan berapa lama proses latihan menyusui. Aku hanya ingat proses memotong tali pusat. Alhamdulillah keinginanku untuk memotongnya dengan cara dibakar bisa terlaksana. Pertama lilin dipegang olehku dan suami, kemudian lilin yang aku pegang dilanjutkan dipegang oleh ibu. Pemotongan tali pusat ditunda sekitar 5 jam. Alhamdulillah.
Hari itu juga aku bisa pulang ke mess. Alhamdulillah wa syukurillah. Alhamdulillah bayi lahir dengan sehat dan selamat, dan bayi itu kami panggil dengan nama "Hana".
Terimakasih bidan Ajeng, aku bisa lahiran dengan nyaman, tanpa mengejan, tanpa dijahit, langsung pasang IUD, penundaan pemotongan tali pusat, pemotongan tali pusat dengan dibakar. Ah semua sesuai keinginanku. Terimakasih suami, support sistem terbaik. Terimakasih Ya Allah, semuanya tak mungkin terjadi jika bukan kehendak-Mu.
Ada banyak detail yang tak kutuliskan di sini. Insyaallah akan di update jika tiba-tiba teringat.
Cerita lahiran Sina klik di sini
Cerita lahiran Bana klik di sini