Pages

Thursday, 20 February 2025

Landasan Muslim Memilih Homeschooling (2)

Part 1 di sini

Misi 4 : Muraqabah 

Muraqabah artinya merasa diri selalu diawasi oleh Allah SWT. Sebelum sampai ke muraqabah, ada dua tahap yang perlu kita lakukan sebagai orang tua dalam keseharian bersikap dan mendidik anak, yaitu muhasabah dan musyarathah. 

Muhasabah adalah melakukan introspeksi diri setelah melakukan sesuatu. Dalam hal mendidik anak, sebagai orang tua kita tidaklah sempurna, kadang (atau sering) melakukan kesalahan. Maka, ketika anak-anak melakukan kesalahan, kita mengingatkan diri bahwa anak-anak adalah manusia (sebagai mana kita). Dengan menyadari itu, kita tahu bagaimana seharusnya berekspektasi terhadap anak-anak. Tidak menganggap sebuah kesalahan itu akhir dunia. Yang penting adalah bagaimana menggiring anak-anak untuk bermuhasabah dan menyadari kesalahan-kesalahan mereka. 

Musyarathah artinya saling memberi syarat. Jujur sebenarnya saya belum terlalu paham tentang musyarathah ini. Sepertinya ke arah bersungguh-sungguh menjaga pikiran, ucapan, tingkah laku agar selalu melakukan hal-hal yang baik. 

Selanjutnya muraqabah, seorang muslim harus mengawasi jiwa-jiwa mereka. Seorang muslim perlu menghadirkan 'keagungan' Allah dihatinya. Harapannya dengan memahami ini kita akan menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan segala hal. Dalam mendidik anak pun, muraqabah insyaallah dapat membuat mereka takut kepada Allah dimanapun mereka berada, lebih hati-hati dalam bertindak walaupun orang tuanya tidak ada. 

Misi 5 : Shalat, amar ma'ruf nahi munkar, dan sabar.

Landasan pendidikan rumah selanjutnya diambil dari surat Luqman ayat 17.

يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ ۝١٧

"Wahai anakku, tegakkanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (harus) diutamakan." 

Shalat. Saat menjelaskan tentang ini, ada satu hal yang paling membekas, yaitu mengatur jadwal harian dengan berpatokan pada waktu sholat. Selama ini, kami lebih banyak berpatokan pada jadwal sekolah/kelas/zoom. Pembiasaan bangun pagi pun bisa dilakukan sejak anak usia dini. Maka, anak-anak sebaiknya dibiasakan bangun sebelum/menjelang subuh. Nah kita urut mundur, jika ingin bisa bangun sebelum subuh maka anak harus sudah tidur jam  berapa, misal paling telat jam setengah sembilan. Berarti makan malam harus jam berapa, agar ada jeda waktu yang cukup dari makan terakhir ke tidur. Mundur lagi selesai main harus jam berapa, tidur siang harus jam berapa, dan seterusnya. 

Ilmu melakukan shalat yang benar sebagai ibadah juga perlu diberikan sejak dini, sejak sebelum anak diperintahkan shalat. Mengajari anak rukun-rukun shalat, agar anak tahu jika rukun ini tidak dilakukan, maka shalatnya tidak sah. Meskipun anak belum diperintahkan shalat sebelum usia 7 tahun, tapi masa ini adalah masa emas untuk memberikan contoh/teladan dan ilmu yang akan dipakainya seumur hidup. 

Untuk mendidik amar ma'ruf nahi munkar dan menjalani dengan kesabaran, nanti ya di post terpisah. 

Misi 6 : Mendidik komunikator yang tawadhu

Landasan pendidikan rumah yang terakhir diambil dari surat Luqman ayat 18.

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ ۝١٨

 “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)

(bersambung)




Wednesday, 19 February 2025

Landasan Muslim Memilih Homeschooling (1)

Assalamualaikum.

Di workshop AHA! Dasar kemarin, diceritakan tentang 7 (tujuh) landasan muslim memilih homeschooling. Aku akan menuliskannya seingatku, sepemahamanku. 

Memilih visi dan misi yang tepat.

Landasan yang pertama adalah memilih misi yang tepat. Di awal kami memilih menjalani homeschooling, ya jalan aja dulu, ga memikirkan misi visi dan lainnya. Kami malah lebih fokus ke teknis dan kurikulum yang akan dipakai. Padahal sebenarnya kurikulum ini seharusnya diturunkan dari misi dan visi. 

Ternyata, sebagai seorang pendidik muslim, kita tak perlu bingung tentang misi pendidikan anak-anak kita. Sudah ada contoh mendidik di dalam Al-Quran. Semua visi misi pendidikan rumah ada dalam surat khusus yang berkisah nasihat dari Luqman. Maka yang seharusnya menjadi visi pendidikan keluarga muslim adalah sebagaimana firman Allah SWT,

“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim: 6)

Dan untuk mewujudkannya, kita harus mendidik anak-anak kita menjadi generasi yang mampu

  1. Memahami Islam.
  2. Memiliki kepahaman ilmu dan ta'bir (penjelasan).
  3. Membuahkan ilmu bahkan amalan dalam menjalani kehidupannya.
  4. Mengetahui cara mengambil ilmu yang benar dan memiliki pengetahuan tentang berbagai hal dalam Islam.
  5. Mengetahui rahasia-rahasia dibalik syariat Islam.

Misi 1 : Menanamkan Tauhid

Landasan kedua (sekaligus menjadi misi 1 ) dalam homeschooling keluarga muslim diambil dari ayat berikut 

Allah SWT berfirman, 

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya :'hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar'." (Q.S Lukman : 13)

Kita wajib mendidik anak-anak kita dengan tauhid agar mereka bergantung hanya kepada Allah. Butuh apa-apa minta sama Allah. 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas, anak paman Nabi, Abdullah bin Abbas RA bercerita,

“Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.

Misi 2 : Menanamkan adab kepada orang tua 

Salah satu landasan terpenting pendidikan anak muslim adalah menerapkan pentingnya birul walidain. Ada sebuah kisah tapi panjang deh sepertinya kalau dituliskan. Intinya menanamkan adab kepada orang tua itu 

  • Lemah lembut dalam sikap dan tutur kata
  • Merendahkan diri dihadapannya
  • Tidak mendahului dalam berkata
  • Mendoakan kedua orang tua
  • Mencium tangan kedua orang tua 
dan masih banyak adab lainnya. Tentu saja kita sebagai orang tua harus memberikan contoh. Anak-anak akan melihat bagaimana kita  memperlakukan orang tua kita (kakek-neneknya anak-anak).

Misi 3 : Menuju auto-pilot homeschooling muslim.

Auto pilot di sini bukan seperti robot ya. Ibarat kita membuat program seperti pesawat yang aman dari mulai take off sampai landing, termasuk jika harus menghadapi badai atau ada kondisi darurat. 
Sangat penting untuk memahamkan kepada anak bahwa mereka melakukan sesuatu bukan hanya karena ‘kita yang suruh’. Kalaupun alasannya karena ‘kita yang suruh’, sangat penting memberikan pengertian kepada anak bahwa dengan melakukan itu, ia akan mendapat ridho Allah melalui ridho orangtuanya. Anak-anak perlu memahami sesuai usia bahwa segala ibadah yang dilakukan harus berdasarkan syariat. Mereka perlu mempelajari bahwa muamalah yang dilaksanakan juga berdasarkan hukum-hukum Allah. Dengan pemahaman ini insyaallah anak-anak bisa auto-pilot. Pemahaman ini juga bisa jadi "pelindung" ketika orang tua berbuat salah. Anak-anak tidak perlu menuruti orang tuanya jika orang tuanya keliru. Patokannya Al-Quran dan sunnah. Insyaallah nanti aku coba tuliskan lebih detail tentang poin ini. 

Lanjut part 2 

Saturday, 15 February 2025

Bun, Sina lupa....

Assalamualaikum. 

Bu, Bun, Mak, pernah ga lihat sebuah video di reels IG atau tiktok tentang seorang anak yang bilang kepada ibunya bahwa ada tugas sekolah besok harus membawa sesuatu dan si anak baru bilang sekitar jam sembilan malam tepat mala sebelum hari-H? Kemungkinan besar pernah lihat ya. Ada beberapa versi, ada yang ibunya santai dan segera menyiapkan kebutuhan anaknya. Ada versi ibunya marah dan menjitak kepala si anak. Ada versi ibunya ngamuk lalu lempar-lempar barang. Terakhir-terakhir aku lihat  malah ada versi para mama gen Z yang menjawab "Dahlah besok ga usah sekolah, Mama nanti minta ijin ke Bu Guru." Ternyata, baru saja aku mengalaminya!

Sina ada tugas responsi dari PKBM-nya. Salah satunya adalah responsi mata pelajaran Asbabun Nuzul. Tugasnya membacakan salah satu ayat yang sudah dipelajari beserta artinya, kemudian menceritakan sebab turunnya ayat tersebut. Ustadz-nya memberikan tugas tersebut tanggal 27 Januari 2025 dan batas akhir pengumpulannya adalah tanggal 15 Februari 2025. Ada waktu sekitar dua minggu yang menurutku lebih dari cukup untuk mengerjakan tugas tersebut. 

Kami memang sudah 'melepas' Sina aga mengerjakan tugas-tugasnya dengan mandiri. Dari mulai ada tugas apa saja, kapan batas akhir pengumpulannya, bahan apa yang diperlukan barangkali ada yang tidak tersedia di rumah dan perlu mencari atau membeli, hingga pengerjaannya. Sesekali kami membantu jika Sina meminta bantuan, terutama jika harus take video.  Kami sudah jarang sekali mengingatkan apakah Sina sudah mengerjakan tugasnya atau belum. Menurut kami, di usianya sekarang Sina sudah harus bisa bertanggung jawab atas tugas sekolahnya.

Nah, dari minggu lalu Sina bilang, ada tugas responsi Asbabun Nuzul, tapi dia bilang "Nanti dulu deh, tugasnya gampang. Ayatnya boleh dibacakan tidak perlu dihafal. Sina tinggal menceritakan sebab turun ayatnya aja." Dan, dia lupa sodara-sodara. 

Tadi sebelum pukul 21.00 WIB aku sudah tiduran di kasur Hana, ngadem. Hana Bana sudah tidur, sementara Sina menonton film bersama ayahnya, malam mingguan. Mataku sudah terpejam tapi aku masih bisa mendengar suara-suara. Tiba-tiba Sina mendekat dan menyentuh pundak ku. "Bun, Sina lupa belum ngerjain responsi Asbabun Nuzul, terakhir malam ini." Aku berbalik, melirik jam dinding, pukul 21.10 WIB. Ku jawab dengan santai" Ya tinggal kerjain aja sekarang, masih ada waktu kan." Padahal ya dalam hati sudah ngomel. Sina mengambil Al-Qur'an, membuka modul suhuf nya, membaca sekilas kemudian bilang bahwa dia sudah siap dan minta tolong untuk merekam videonya. Sina juga buru-buru mengganti  baju tidurnya dengan baju koko, celananya tetap celana pendek. 

Saat pengambilan video ternyata tidak semudah itu. Sina nampak gugup dan beberapa kali lupa kisahnya sehingga pengambilan video harus diulang beberapa kali. Aku sudah mulai bete, aku berusaha menahan diri agar tidak mengomel tapi sepertiny ekspresi mukaku sudah terlihat bete. Akhirnya pengambilan video selesai. Menurutku jauh dari sempurna, tapi tak apa-apa. Saat mengirimkan videonya ke form, gagal terus, file tertolak tulisannya. Aku mencoba memperkecil ukuran videonya namun masih gagal. Aku ganti sambungan  wi-fi, tetap gagal. Keluarlah semua omelanku yang dari tadi kutahan di dalam hati. 

"Makanya ngerjain tugas tuh jangan mepet-mepet, udah dikasih waktu dua minggu bla bla bla....."

Alhamdulillah file videonya berhasil terkirim setelah aku mengganti emailku dengan email Sina saat akan mengisi form. Semoga jadi pelajaran buat Sina agar lain kali bisa mengerjakan tugas-tugas sesegera mungkin, jaga-jaga ada hal-hal teknis yang tidak terduga jika dikerjakan mepet batas waktu. Pelajaran juga buat kami untuk tetap mengecek apakah Sina sudah menyelesaikan tugas-tugasnya dan mengingatkannya jika belum. Beberapa saat kemudian Sina bilang dia teringat tentang video reels/tiktok yang kuceritakan di awal tadi. Dia merasa relate. Akhirnya bunda mengalaminya, katanya. Kami tertawa bersama. 

Friday, 14 February 2025

Workshop AHA!

Assalamualaikum. 

Aku sempat mention ya di post sebelumnya bahwa akhirnya kami mengikuti workshop homeschooling untuk me-refresh dan me-reset homeschooling anak-anak kami. Kami mengikuti workshop Homeschooling Dasar AHA!  yang diselenggarakan oleh klastulistiwa. Pematerinya, Bu Mierza, berpengalaman menemani anak-anaknya homeschooling lebih dari 10 tahun. Beliau juga berpengalaman mengajar di banyak sekolah dan mendalami berbagai kurikulum. Profil beliau ada di sini.

Saat ini kami berfokus pada anak kedua kami, Bana, yang saat ini berusia enam tahun. Pertengahan tahun lalu kami sempat mendaftarkan Bana di salah satu sekolah dasar yang menyediakan fasilitas kelas jarak jauh. Jadi ya, homeschooling juga. Bana sudah mengikuti seleksi dan sudah dinyatakan diterima. Namun beberapa hari sebelum batas akhir daftar ulang kami membatalkan pendaftaran Bana ke sekolah tersebut. Alasan kami, saat itu Bana belum lancar membaca dan menulis. Kami khawatir Bana akan kesulitan dan tertinggal dari teman-temannya. Meski kami tahu sekolah tersebut juga akan memfasilitasi 'kelebihan' Bana di bidang lain, tapi kami masih tetap khawatir. Kami memutuskan untuk menundanya satu tahun. Tahun ini, Bana akan berusia tujuh tahun dan kami akan mendaftarkannya kembali ke sekolah tersebut. 

Secara resmi, Bana akan terdaftar di sekolah formal. Tapi secara teknis, Bana akan menjalani homeschooling seperti Kakangnya. Nah, alasan inilah yang membuat kami mengikuti kelas ini. Sejauh ini, alhamdulillah homeschooling anak sulung kami berjalan tanpa kendala yang berarti. Ada satu dua hal tapi masih mudah kami atasi. Prestasi akademiknya juga jauh meningkat setelah pindah PKBM, kemampuannya mengatur waktu juga membaik, kemandiriannya meningkat. Namun, kami menyadari ada yang kurang, ada yang terlewat. Kami ingin memperbaikinya. 

Di kelas AHA! Dasar ini berkali-kali Bu Mierza mengatakan agar kami, para homeschooler, meluruskan niat. Apalagi jika awal memilih homeschooling karena kecewa dengan sekolah formal, kami diingatkan untuk memperbaiki niat. Kata beliau, homeschooling itu bukan obat, bukan tombol panik, bukan pintu darurat. Homeschooling adalah ikhtiar, sebuah sarana (bukan tujuan). Homeschooling adalah pilihan, dan bagi kami yang muslim ini adalah ikhtiar kami mendapatkan keturunan yang sholih. 


Sunday, 9 February 2025

Homeschooling : Reset!

Assalamualaikum.

Keluarga kecil kami menjalani homescholling sejak sekitar enam tahun lalu. Saat itu, anak sulung kami mulai mogok sekolah PAUD, ingin bermain dan belajar sama Bunda aja di rumah. Katanya, bersama Bunda lebih seru. Kebetulan juga, saat itu aku tengah hamil besar dan menjelang melahirkan. Kondisi saat itu, aku tak bisa pergi mengantar jemput anakku, pakai motor, membawa adiknya yang baru lahir. Tak mungkin pula meninggalkan newborn di rumah sementara aku mengantar kakaknya sekolah. Tak ada yang bisa dititipi, juga tak ada yang bisa dimintai tolong mengantar jemput. Maka setelah melahirkan, kami mantap memutuskan anak kami berhenti sekolah dan lanjut belajar di rumah.

Awalnya, niat kami hanya akan belajar di rumah selama PAUD-TK saja, saat SD anak kami akan bersekolah formal. Tapi saat tiba anakku usia 7 tahun (bahkan lebih), anakku tetap menolak masuk sekolah formal. Sejak setahun sebelumnya, kami mengajaknya berkeliling ke SD-SD di sekitar tempat tinggal kami. Setelah mencari tahu berbagai informasi, kami datangi satu persatu sekolah yang masuk list kami, lihat gedung sekolahnya, lihat anak-anaknya berkegiatan, dan ikut trial-nya jika ada. Setiap berkunjung ke satu sekolah, aku selalu bertanya "Nak, mau sekolah di sini?". Dari mulai sekolah negeri terdekat, SDIT, sekolah tahfidz yang statusnya masih pkbm, hingga sekolah swasta yang biayanya rasanya di atas kemampuan finansial kami. Yang ini kami deg-degan, kalo ternyata anak kami memilih sekolah ini, Ayah-Bundanya harus bersiap mengencangkan ikat pinggang dan bekerja lebih keras. Tapi semuanya dijawab "Nggak! Mau sekolah di rumah aja sama Bunda."

Maka, keputusan lanjut homeschooling dipilih. Pencarian berpindah dari yang tadinya mencari SD formal menjadi mencari PKBM. Alhamdulillah sudah ada beberapa rekomendasi PKBM yang sering di review di komunitas homeschooling yang kami ikuti. Kami mulai membandingkan beberapa PKBM, dari akreditasinya, program yang ditawarkan, kewajiban hadir di lokasi, dan tentu saja biayanya. Alhamdulillah saat itu kami mantap mendaftarkan sulung kami ke salah satu PKBM di Salatiga. Jadi meski homeschooling, sulung kami tetap terdaftar di dapodik dan memiliki NISN. Andai suatu saat kami berubah haluan ingin pindah ke sekolah formal, insyaallah bisa. 

Kami melanjutkan petualangan belajar di rumah, kali ini lebih serius. Karena sudah masuk fase akademik, maka sesi belajar lebih terjadwal. Ada target yang harus kami selesaikan selama satu semester. Ada portofolio yang harus kami setorkan ke PKBM setiap akhir semester. Sulung kami juga mengikuti beberapa club online yang ada di PKBM. Meski begitu, kurikulum tetap kami susun sendiri. Lesson plan bulanan dan mingguan juga kami yang buat. Jadwal harian, buku referensi, web/aplikasi yang digunakan semua kami memutuskan sendiri. Repot, tapi senang. Capek, tapi bahagia. 

Hingga di akhir tahun ketiga, aku mulai merasa kewalahan. Dengan kehadiran newborn lagi, aku merasa kesulitan membagi waktu antara mengurus rumah, menjalankan homeshooling untuk si sulung, mengasuh anak tengah usia toddler, juga mengurus dan menyusui newborn. Sempat terpikir memasukkan si sulung ke sekolah formal, dan tentu saja dia menolak. Maka akhirnya kami memindahkannya ke pkbm lain yang memiliki jawal belajar rutin, ada kelas (daring) setiap hari, sudah disediakan kurikulum dan best part-nya adalah ini sekolah sunnah. Kami dikirim program tetap, program semester, RPP mingguan, hingga modul belajar. Setoran dan murajaah hafalan juga lebih terjaga. Tentu saja ada beberapa materi yang tidak diajarkan di kelas daring dan kami harus tetap mengajarkannya langsung atau mencari pengajar lain di luar pkbm. Sulung kami juga mulai banyak mengikuti lomba. Meski biayanya meningkat tiga kali lipat, Alhamdulillah sepadan dengan kemudahan dan kepuasan yang kami dapatkan.

Dua tahun kemudian, aku merasa kewalahan lagi. Aku merasa sangat lelah dan jenuh. Anak sulung sebagian besar waktu belajarnya masih di kelas daring PKBM. Aku lebih sibuk menemani anak tengah dan bungsu menjalani homeschooling anak usia dini. Ayahnya pun semakin sibuk dengan pekerjaannya, sehingga waktunya untuk mengajar homeschooling anak-anak semakin berkurang. Aku beberapa kali ingin menyerah. Dah lah sekolah formal aja semua. Kami banyak berdiskusi bahkan berdebat. Menimbang segala baik buruknya. Dan akhirnya kami memutuskan : lanjut homeschooling

Kami memutuskan untuk mengikuti workshop homeshooling dasar. Kami merasa perlu me-refresh ilmu tentang homeshooling yang selama ini aku pelajari dari berbagai sumber. Aku ingin mengulang belajar dari awal, yang runut, dari hal yang paling mendasar. Dan selesai mengikuti workhop ini, kami mulai menerapkannya di homeshooling keluarga kami. Kami mengubah banyak hal, termasuk rutinitas. Kami mengulang menyusun prioritas, dan yang paling penting kami meluruskan kembali niat menjalankan homeshooling ini. Maka di awal tahun 2025 ini, Homeschooling Arafi : Reset!


Saturday, 1 February 2025

Mess, Tempat Singgah Yang Bikin Betah

Assalamualaikum. 

Air cooler di kamar anak-anak menyala. Aku yang duduk di ruang tengah bisa mendengar suaranya yang seolah berbisik. Aku juga mendengar suara tv meskipun volumenya sudah paling rendah. Wajarlah, tv hanya berjarak sekitar tiga meter di depan ku. Ruang tengah yang sekaligus ruang tamu, ruang makan, ruang nonton tv, ruang belajar dan terkadang jadi tempat tidurku jika aku kegerahan di kamar kami tapi kedinginan di kamar anak-anak. 

Aku tinggal di mess salah satu sekolah berasrama di kota ini. Suami bekerja di sekolah ini, aku dan anak-anak diboyong semua ke sini. Saat wawancara terakhir dengan owner-nya lima tahun lalu, suamiku meminta waktu untuk mencari tempat tinggal dan menceritakan rencananya membawa seluruh anggota keluarga. Alhamdulillah ternyata akan disiapkan mess, katanya. Insyaallah bisa ditempati sebulan lagi.

Saat itu sekolah ini memang sudah mempunyai beberapa mess dan sedang membangun gedung mess khusus guru yang bisa menampung enam belas keluarga. Seluruh tiang dan plafon lantai 1 sudah ada, jadi tinggal meneruskan. Katanya, mereka membangun mess kami dalam waktu 26 hari saja. 

Saat kami datang, whuah, lokasi gedung mess ada di paling belakang. Alhamdulillah, mess kami ini mess no 1, jadi ga belakang banget. Lagipula masih ada workshop di ujung gedung mess yang langsung berbatasan dengan pagar. Mess kami cukup nyaman, model standar, mirip perumahan tipe 36 dengan kamar dua yang sebelahan, ruang tengah memanjang, dapur secimit dan kamar mandi. Alhamdulillah. 

Sebenarnya saat pertama kali lihat foto mess, yang dikirim oleh Bu HR saat bilang kalau mess sudah siap ditempati, aku merasa insyaallah aku bisa betah tinggal di mess, toh ga jauh beda dengan rumah kami saat itu yang memang tipe 36, beda posisi kamar mandi dan dapur saja. 

Saat itu kami bingung dimana parkir mobil. Maka suami ngide 'kavling' sebelah dijadikan tempat parkir saja. Suami sendiri yang membereskan aneka puing-puing, meratakan tanahnya agar lebih nyaman, sampe minjem itu pacul karena kami ga punya di sini.  Alhamdulillah setidaknya mobil kami ga kehujanan kepanasan.

Dan beginilah penampakan gedung mess yang nampak terbengkalai, tapi sesungguhnya bukan terbengkalai, hanya belum selesai pembangunannya. Mess kami paling depan, ke belakang itu ada 7 unit lagi. 

Selfi pertama di teras mess.

Selama beberapa bulan hanya kami yang tinggal di sini. Ada karyawan lain yang tinggal di mess, tapi mess nya berbeda gedung dengan kami. Meski ga punya tetangga, saat itu aku nyaman tinggal di sini. Setiap buka pintu, yang terlihat hijau pepohonan, sawah, dan kolam. Kami sering memetik kangkung dan genjer di depan mess, segar langsung ditumis.

Pemandangan tepat depan mess.

Pemandangan sisi kanan.
Langitnya asli loh ga di-edit.

Alhamdulillah beberapa bulan kemudian dibangun lagi tiga unit, sehingga ada 4 keluarga yang tinggal di sini. Beberapa bulan setelahnya dibangun lagi keseluruhan hingga akhirnya ada 16 unit. Alhamdulillah semakin ramai, punya tetangga, anak-anak punya teman bermain, bunda punya teman nyeblak dan ngaliwet

Saat ini kondisinya sudah jauh berbeda. Kolam tempat kami memetik kangkung sekarang sudah jadi kolam ikan, dengan pohon rambutan di depannya. Aku menyaksikan saat pohon rambutan itu di tanam (dari hasil cangkok) dan sekarang sudah berbuah, aku pun ikut menikmati buahnya. Pemandangan dari sisi kanan yang sebelumnya langsung ke AsPi, sekarang sudah terhalang bangunan Gedung Serba Guna. Nursery tempat dulu anak-anak melihat proses mengompos, memetik jambu, mengambil daun pandan untuk kolak saat ramadhan, sekarang sudah berubah menjadi Villa, tempat beristirahat para petinggi yayasan. Workshop dan gudang di belakang juga berubah. Gudangnya hilang, workshop masih ada namun lebih rapi dan tersembunyi. 

Kalau ada yang bertanya, apakah aku masih nyaman setelah lima tahun tinggal di mess ini. Aku akan menjawab nyaman-nyaman saja. Mess-nya sudah kubuat senyaman mungkin, ku dekor sesuai seleraku, ku tempatkan perabotan sesuai keinginanku. Tapi jika ada tawaran untuk pindah ke tempat lain yang lebih baik, tentu aku juga akan setuju.