Assalamualaikum.
Saat ini seharusnya kami sudah di Garut, mudik ke rumah ibu. Jika kami di sana, mungkin sore ini kami sedang gogoleran di rumah kaler, memilah milih koleksi buku atau sekedar ngariung main monopoli. Mungkin juga aku sedang membantu ibu ngadedel atau pasang kancing. Anak-anak mungkin bermain bola plasti di halaman rumah ibu yang cukup luas atau main ucing sumput bersama anak-anak tetangga. Qadarullah, kami harus menunda mudik dan sementara tetap di mess di Cianjur
Ayah sudah libur sejak tanggal enam belas maret, tapi masih ada pekerjaan lain yang ber-deadline tanggal dua puluh empat maret, namun bisa dikerjakan dimana saja. Sina masih ada kelas zoom sampai tanggal dua puluh satu, sementara bunda masih ada beberapa jadwal kelas online. Rencananya kami akan mudik setelah semua pekerjaan selesai, agar bisa mudik dan liburan dengan tenang
Tanggal dua puluh empat dini hari, sekitar pukul 02.00 suami membangunkanku. Ku kira aku terlambat menyiapkan makan sahur, tapi ternyata suami bilang kalau pinggangnya sakit. Aku kaget, takuuuut banget tulang belakangnya yang dulu pernah bergeser, bergeser lagi. Aku segera mengecek, memperhatikan postur suamiku baik-baik dari kepala sampai kaki. Selewat pun aku sudah bisa melihat, posturnya ga normal, pundak bagian kanan terlihat lebih rendah dan kaki kanan terlihat lebih pendek. Kekhawatiranku ternyata benar, pinggangnya miring dan tulang belakangnya terlihat belok. Bergeser lagi. Ya Allah
Suamiku segera menghubungi salah satu rekannya, meminta tolong diantar ke terapis tulang di warungkondang. rekannya belum merespon sampai azan subuh tiba. Suami sempat mengirim pesan ke terapisnya dan baru dibalas pagi sekitar pukul enam. Qadarullah, terapisnya pun sedang sakit sehingga hari itu tidak buka praktik. Suami teringat beberapa rekannya pernah terapi pijat atau urut di pengobatan alternatif di sebuah pesantren di Tajur Halang. Suami belum pernah ke sana sehingga belum tahu lokasinya. Beliau kemudian menghubungi rekannya yang lain dan meminta tolong diantar ke sana. Alhamdulillah sekitar pukul 10.00 rekannya menjemput
Setelah suami berangkat, aku gelisah, sedih dan sangat merasa bersalah. Malam sebelumnya aku ketiduran di sofa, aku tertidur dalam kondisi kesal dan marah. Aku marah ke anak-anak tapi semua orang aku judesin, termasuk suami. Malam itu bahkan suami yang membereskan meja makan setelah berbuka puasa. Aku menangis tersedu-sedu, aku merasa aku sedang dihukum. Astagfirullah.
Sekitar pukul 11.30 suami mengirim pesan, beliau masih antri karena ternyata pasien di tempat itu cukup banyak. Sebenarnya aku mengajaknya ke dokter, mungkin nanti akan perlu fisioterapi atau apalah, tapi suami menolak. Beliau ingin tetap ke pengobatan alternatif saja. Sambil menunggu terapis tulangnya buka praktik lagi, suami memilih berobat dulu ke sana. Sekitar pukul 14.00 suami pulang. Beliau bercerita proses terapinya, cerita obrolannya dengan sang terapis, dan tentu saja cerita apa yang beliau rasakan. Aku melihat posturnya masih sama seperti tadi sebelum berangkat. Tapi Alhamdulillah, menurut beliau rasa sakit dan pegalnya berkurang. Beliau juga dibekali minyak herbal untuk diminum dan dibalur.
Kami menghubungi keluarga di Garut dan Bandung, mengabarkan kondisi suami dan kemungkinan kami menunda mudik. Seluruh keluarga mendoakan agar suami segera sembuh, lancar terapinya dan tidak mempermasalahkan kami yang menunda mudik atau bahkan mungkin tidak bisa mudik.
Persediaan beras dan bahan makanan kami nyaris habis, sengaja aku menyiapkannya agar cukup pas sampai kami berangkat mudik. Kardus sembako yang sudah kami kemas untuk kami bawa ke Garut, aku bongkar. Aku juga ke pasar, kembali menyiapkan stok lauk dan sayuran di kulkas.
Meski sedih karena tidak jadi mudik kemarin, aku bersyukur kami diberi kesempatan berkumpul keluarga kecil kami lebih lama. Kami bisa bersama dua puluh empat jam, bermain board game, menonton serial bersama, masak-masak bersama. Suami bahkan tetap terlibat walaupun dengan kondisi duduk diganjal bantal atau tiduran. Aku juga bersyukur bisa dapat THR dari Aa penjual ayam di pasar, aku tidak akan kebagian jika aku sudah mudik, ya kan? Sina juga bisa menyelseaikan tilawahnya, kalau di garut biasanya sudah terdistraksi karena banyak saudara-saudara berkumpul. Bana juga bisa sempat ke tukang cukur, rambutnya ga rancung lagi saat lebaran nanti. Baju Hana yang belum selesai dijahit juga insyaallah bisa selesai terjahit. Insyaallah ada hikmah dibalik musibah.
Tapi aku merasa ada kesamaan waktu kambuhnya si tulang belakang suamiku itu. Selalu pas suami mau bepergian jauh atau lama. Yang pertama kali terjadi seminggu sebelum suami dinas ke Kuala Lumpur. Saat itu alhamdulillah langsung tertangani dan hasil rontgen juga menunjukkan tulang belakangnya sudah kembali ke tempatnya sehingga suami tetap bisa berangkat meskipun harus memakai belt penyangga di pinggangnya. Yang kedua, aku ingat betul, kambuh empat hari sebelum suami berangkat ke Malang. Alhamdulillah saat itu juga langsung tertangani dan suami bisa tetap berangkat meski,ya, pakai belt penyangga lagi. Nah, kali ini, kambuh tepat sehari sebelum kami berangkat mudik. Aku sempat berkomentar kenapa sih asa pas aja waktunya, seprti ada yang menghalangi rencana perjalanan suami. Tapi suami segera mengingatkanku untuk menepis pikiran-pikiran seperti itu.
Doakan suamiku ya, semoga segera pulih, tulang belakangnya kembali ke posisinya, sakitnya segera hilang, postur tubuhnya normal kembali dan bisa berkegiatan seperti biasa sehari-hari. Dan semoga kami bisa mudik, kapanpun waktunya.
Wassalamualaikum.
No comments:
Post a Comment